Kamis, 30 April 2020

KESELAMATAN

Tujuan mutakhir (ultimate) dari kehidupan adalah ‘selamat’; selamat di dunia, dan selamat di “akhirat”.
Seluruh ajaran kehidupan, baik yang lahir sebagai bentuk agama, atau bentuk budaya lainnya, disadari atau tidak mengimplikasikan esensi keselamatan.
Dalam ajaran Nasrani, tujuan akhir adalah keselamatan melalui Juru Selamat, dan sapaan umum antar umat Nasrani adalah ‘Syalom’ (selamat); sama halnya dengan Muslim yang mengucapkan ‘Assalaamualaik
um’ (salaam=selamat).
Di kalangan muslim, bagian terakhir dari Shalat adalah mengucapkan Salam.
Bahkan dalam kehidupan sosial sehari-hari: selamat siang, pagi, malam; selamat makan, selamat tidur, selamat menempuh hidup baru dll; segala hal pada ujung-ujungnya diharapkan selamat. Di kalangan sunda juga wilujeng berarti ‘selamat’. Dalam bahasa lain, ‘good day’; ‘good night’ dll.; meski tidak secara harfiah berarti selamat, namun good berarti baik –implikasi pengharapan akan segala sesuatu berjalan lancar dan selamat.
Jadi ternyata tujuan hidup bukanlah ‘mencari sorga’. Sorga (dalam konteks umum-berupa suatu tempat yang mewah penuh dengan fasiltas yang memanjakan) keberadaannya sendiri masih kontroversial, ada yang percaya ada juga yang tidak percaya. Ketika kita masuk sorga (jika diasumsikan ada), kita masih bisa jatuh terpeleset, terkilir, dan lain-lain, di sorga; jadi masuk sorga juga belum tentu selamat. Itu sebabnya keselamatan lebih utama dari Sorga.
Lawan kata dari ‘selamat’ adalah ‘celaka’. Mengharap keselamatan artinya mengharapkan terhindar dari kecelakaan; baik kecelakaan di dunia maupun “kecelakaan di akhirat”.
DEFINISI SELAMAT
Selamat artinya adalah 'kembali ke asal' dengan keadaan yang minimal sebaik ketika kita pergi. Jika kita pergi jauh dari rumah, lalu setelah perjalanan usai, tiba kembali di rumah, ini namanya ‘selamat’; jika kita take-off menggunakan pesawat, ketika kita landing kembali ke tanah, ke asal, itulah ‘selamat’. Dalam konteks kehidupan, jika kita kembali ke asal kita, mulang, inilah hakikatnya selamat; dalam ajaran islam dilukiskan dengan: Inalillahi waina ilaihi rojiun; atau dalam istilah asing: from ashes to ashes, from dust to dust. Dengan kata lain ‘selamat’ adalah kembali ke semesta Hyang Tunggal.
Konsekuensinya, jika kita tidak kembali ke asal, artinya kita tidak selamat. TIdak kembali ke asal bisa jadi artinya adalah berakhir di tempat lain, atau tersesat sehingga tidak bisa kembali.
Jalan pulang ke Hyang Tunggal adalah melalui frekuensi channel ‘Welas Asih’ atau Kasih Sayang, ujung jalan ini akan menuju ke ‘keselamatan’. Karakterisitik dari jalan ini adalah terang benderang di sepanjang jalannya; penuh dengan ‘keTERANGan’ dan ‘pengeTAHUan’. Dengan berjalan di bawah terang,selain anda akan terterangi, anda juga akan memantulkan terang, sehingga anda akan juga menjadi petunjuk bagi yang lain yang mencari Jalan.
JALAN TERANG
Jalan yang terang indikasinya adalah: terhindar dari: fitnah dan sumpah serapah, depresi dan stress yang berkepanjangan , murka dan amarah, sakit dan penyakit yang kronis, luka dan cedera, serta kematian melalui penderitaan jasmani dan rohani.
JALAN GELAP
Jadi ketika anda sedang mencari Jalan keselamatan lalu anda menemukan bahwa jalan tersebut melalui kekerasan, perang, konflik, pelecehan, penyerangan, dll. Sudah pasti anda salah duga; jalan itu bukanlah jalan menuju keselamatan. Tak ada jalan keselamatan yang ditandai dengan kegelapan, kesedihan, dan angkara murka. Anda pastilah sedang tersesat.
Jalan tersebut adalah jalan kegelapan, dibawah supervisi raja kegelapan ‘the master of the darkness’, Ia dengan sistematis menciptakan banyak jalan palsu, jalan yang tidak hanya menyesatkan, namun juga melelahkan, karena jalan ini biasanya tak berujung, namun selalu buntu (deadlock), seperti perangkap.
Ketika anda berada di jalan ini, anda tak hanya tersesat, namun juga celaka. Seperti ketika anda berjalan di jalan gelap, anda bisa terpeleset, terjatuh, bahkan bisa dirampok atau dibunuh. Kuasa gelap sangatlah destruktif. Mental anda bisa direkayasa, DNA anda bisa di-otak-atik, dijadikan eksperimen dsb.
KESELAMATAN TIDAK TERGANTUNG KEYAKINAN MANA YANG DIPEGANG
Selamat atau tidak ketika anda mengendarai, tidak ditentukan oleh kendaraan apa yang anda gunakan, namun ditentukan oleh kewaspadaan, kehati-hatian, pengetahuan dan keterampilan anda mengendarai utamanya untuk mengenali rambu-rambu di jalanan, apapun ‘pegangan’ anda, apakah kendaraan merek A atau merek B.
Salah satu taktik “begal” untuk mensabotase perjalanan anda adalah dengan membiaskan pandangan bahwa tujuan kita berjalan adalah untuk memuja kendaraan, termasuk doktrin yang membodohi dan menyesatkan secara fatal bahwa ‘menyerang kendaraan lain yang tidak satu merek dapat membuat kita cepat sampai ke jalan keselamatan. Dengan kata lain, salah satu cara untku menuju jalan keselamatan adalah dengan cara membuat pihak lain tidak selamat (celaka), tidakkah hal ini adalah kebodohan yang sangat mendasar?.
RAMBU RAMBU DI JALAN KESELAMATAN
Tidak begitu sulit untuk mengenali rambu-rambu ini, sebetulnya rambu-rambu ini juga cukup jelas. Jika ada dua rambu kiri dan kanan, yang satu bertuliskan ‘marah’ yang satu bertuliskan ‘besar hati’; kita bisa pilih yang kedua. Jika ada ‘dendam, satu lagi ‘maafkan’, kita bisa pilih ke jalan ‘maafkan’, dan sebagainya. Rambu-rambu lainnya untuk menuju jalan selamat adalah: toleransi, derma, ikhlas, sabar, rendah hati, bantu, tolong dsb. Jangan pilih rambu-rambu yang ada tulisannya misal: dendam, iri, serang, tonjok, bakar, kafirkan, labeli murtad, hanya kami yang benar, anda tak seagamais kami dsb.
Semakin banyak anda memilih rambu yang salah, maka anda akan semakin tersesat dan makin sulit kembali, dan ketika jalan makin gelap, maka ada peribahasa, diculik genderuwo, atau dilebok jurig (dimakan hantu), dan anda akan dijadikan pekerja kegelapan, tanpa sadar karena mental anda sudah dimutasi, pada frekuensi yang tidak peka lagi terhadap cahaya kebenaran. Anda akan membawa lebih banyak lagi orang lain untuk tersesat bersama anda.
MENUJU KESELAMATAN
Cara menuju keselamatan adalah selalu berusaha eling di jalan, selalu fokus untuk pada rambu rambu, selalu konsentrasi untuk menyetel frekuensi kita selaras dengan frekuensi yang berasal dari broadcaster ‘Welas Asih’. Channel tersebut akan membimbing kita selalu berjalan menujunya, seperti sebuah GPS. Begitu kita lengah, pekerja kegelapan selalu siap menyasarkan kita ke jalan kegelapan.
Musim panen hampir tiba, buah ruh yang penuh dengan kasih, kegembiraan, kesabaran, kemurahan, kebaikan akan dijemput menuju tempat pulang dengan selamat. Namun jalan kegelapan akan menumbuhkan ilalang, yang pada musim panen biasanya akan dibakar dan dimusnahkan.
29 Apr 2011
Hendra Hendarin

Simulacra & Perversion

  Primordial Nature Home JUN 3 Simulacra and Perversion SIMULACRA & PERVERSION Kesehatan mental itu hanya bisa didapat bila berada dalam...