Kamis, 03 Agustus 2017

GENERASI PENGHAYAL

Dan ketahuilah....salah satu ciri kekacauan (chaos) pada masa kita sekarang ini adalah : BIAS, DISTORSI dan DELUSION.

Tiada lain karena manusia sudah terlalu lama hidup dalam Hyperreality (agama2 politik). Perkembangan teknologi yg sedemikian cepat tidak diimbangi dengan kesiapan psikologis utk tetap berpijak pada realitas. Korbannya terutama anak-anak muda pengkhayal yang 10-20 tahun lagi akan jadi beban berat bangsa/ dunia.

Generasi muda diprogram untuk jadi penghayal?
Sudah merupakan konsekwensi dari kemajuan teknologi yang tidak seimbang dengan kemampuan manusia untuk beradaptasi secara psikologis.

Contoh :
Jaman dahulu remaja ingin mendengarkan musik Top Hits terkini, mendengarkan radio yg suaranya kresek-kresek. Tidak puas. Untuk puas dia harus beli casette. Menabung dulu seminggu baru beli. Itu pun diputarnya berulang-ulang sampai pita kasetnya molor.

Tapi karena proses itu, kita merasakan kenikmatan.

Jaman sekarang?

Asal punya android dan "minta papa pulsa", mau dengar lagu apa saja bisa tinggal sejauh click. Sehari bisa dengarkan puluhan lagu. Mendengarkan musik seharian.
Puas??
Sebaliknya!!!

Semakin mudah kesenangan terpenuhi, apalagi sampai bertubi-tubi...hasilnya justru stress...

Akibatnya apa kalau stress?

Menuntut kesenangan yang lebih "tinggi" lagi (semacam dosis kecanduan morfin). Kalau dipenuhi terus akan semakin gila. Lalu timbul tindakan ngawur / nekat.
Hidup terasa hampa.
Apa yang natural dirasa kurang sip, lalu dengan akal pikirannya mencoba mereka-reka "yang lebih baik", "lebih efisien", "lebih benar", akibatnya hidup rumit sekali dan satu anggota masyarakat dengan anggota masyarakat yg lain mengejar "cita-cita ideal"nya masing-masing...
bukan semakin baik tapi semakin absurd... Tetapi "kegatalan" tidak enak kalau tidak digaruk....maka semakin bingung semakin ngoyo memutar pikiran.... akhirnya yg terjadi hanyalah BIAS, DISTORSI dan DELUSI... menjadi manusia super bawel seperti nenek-nenek yang mengkhayal sedang hidup di jalan PALING benar. Tiap-tiap orang dalam gelembung khayalnya masing-masing.
Mesti satu keluarga duduk bersama makan malam tubuhnya hadir semua, tapi nyawanya masing-masing entah terbang kemana.

Bukankah itu gejala penyakit modern ini?

Inilah salah satu contoh KETIDAKSIAPAN psikologis manusia atas lompatan teknologi yg super cepat. (Ingat, pesawat terbang saja baru ditemukan 100 tahun yg lalu. Jaman sekarang --saya dengar-- sudah ada yg menemukan teknologi atau minimal secara konsep teori untuk terbang / melayang dengan menggunakan vortex energy pada suatu wahana yg dirancang dari bahan dengan struktur crystalline).

Akibatnya, hampa....tapi mencari pemenuhan sementara melalui puja-puji hebrink dengan teknik NLP (Neuro Linguistik Program = motivasi) maupun katarsis musikal.

Ini jelas bukan merupakan solusi dari kehausan eksistensial tersebut. Bukti kegagalan itu adalah munculnya bigotry tersebut sebagai diagnosisnya. Tapi orang awam pada umumnya tidak mengerti hal ini. Karena ini kasunyatan, sementara mereka hidup dalam hyperreality mereka sendiri (dan bersikeras). Tentu gagal melihat.

Rahayu!
Danz Suchamda


SPIRITUAL : BERKETUHANAN TIDAK HARUS BERAGAMA

Danz Suchamda

Penelitian ~ Agama membuat anak-anak tidak bermurah hati. Keyakinan agama memiliki pengaruh negatif pada altruisme dan kepekaan sosial atau daya empati.

Meskipun penelitian ilmiah yang pernah dilakukan selalu dituduh bermuatan sentimen, temuan selalu konsisten bahwa orang-orang religius cenderung berbohong dan membesar-besarkan kegiatan amal.

Jangan khawatir karena ini bukan lelucon, tapi premis dimana agama membuat anak-anak yang polos menjadi serakah. Anak-anak ateis lebih murah hati dan kurang menghakimi dibanding anak beragama.

Anak-anak yang dibesarkan dari rumah tangga religius menghasilkan moral paling buruk dan suka menghakimi dibanding anak-anak yang dibesarkan dari keluarga non-religius.
Para ilmuwan dari 7 universitas mempelajari perkembangan moral 1.200 anak Islam, Kristen dan non-agama berumur 5 hingga 12 tahun di AS, Kanada, China, Yordania, Turki dan Afrika Selatan.

Komposisi anak adalah 24% Kristen, 43% Islam dan 27,6% non-agama. Jumlah Yahudi, Buddha, Hindu, agnostik dan lainnya terlalu kecil untuk uji statistik secara valid.

Anak-anak yang dibesarkan dari keluarga ateis memiliki empati lebih tinggi dibanding anak-anak Islam dan Kristen, sedangkan anak-anak Islam sendiri paling tinggi keinginan menghukum orang lain.

Anak-anak Muslim paling membahayakan dalam hubungan interpersonal dengan sikap dominan dan kegemaran menghakimi dibanding anak-anak dari keluarga agama lain dan ateis.

"Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan orang-orang religius tidak lebih baik daripada rekan-rekan non-religius," kata Jean Decety, neurosaintis University of Chicago.

"Studi kami melampauinya dengan menunjukkan bahwa orang-orang religius kurang murah hati dan tidak hanya orang dewasa tetapi anak-anak juga," kata Decety.

Hari ini 5,8 miliar manusia mewakili 84% populasi dunia mengidentifikasi iman kepada akherat dan pada saat yang sama orang tua berasumsi bahwa agama adalah standar moral menjadi manusia yang baik.

Satu teori bahwa orang tua beragama mengajarkan anak-anak menjadi baik dengan cara takut kepada tuhan, sedangkan orang tua ateis mengajar anak-anak untuk menjadi baik dengan hal-hal yang memang patut dilakukan.
Anak-anak beragama hanya merasa terdorong untuk bersikap baik atau bermurah hati jika mereka berpikir ada seseorang yang menonton, bukan karena perbuatan baik memang baik dilakukan.

Pola perilaku anak agama cenderung dikaitkan dengan lisensi moral wahyu langit, roh ilahi dan sebagainya. Sedangkan anak-anak ateis cenderung bertindak atas dasar orang lain, aturan-aturan moral sosial dan lain-lain.

The Negative Association between Religiousness and Children’s Altruism across the World
Jean Decety et al.
Current Biology, November 05, 2015, DOI:10.1016/
j.cub.2015.09.056

http://www.laporanpenelitian.com/2015/11/29.html?m=1

Rahayu!

Simulacra & Perversion

  Primordial Nature Home JUN 3 Simulacra and Perversion SIMULACRA & PERVERSION Kesehatan mental itu hanya bisa didapat bila berada dalam...