Tiada lain karena manusia sudah terlalu lama hidup dalam Hyperreality (agama2 politik). Perkembangan teknologi yg sedemikian cepat tidak diimbangi dengan kesiapan psikologis utk tetap berpijak pada realitas. Korbannya terutama anak-anak muda pengkhayal yang 10-20 tahun lagi akan jadi beban berat bangsa/ dunia.
Generasi muda diprogram untuk jadi penghayal?
Sudah merupakan konsekwensi dari kemajuan teknologi yang tidak seimbang dengan kemampuan manusia untuk beradaptasi secara psikologis.
Contoh :
Jaman dahulu remaja ingin mendengarkan musik Top Hits terkini, mendengarkan radio yg suaranya kresek-kresek. Tidak puas. Untuk puas dia harus beli casette. Menabung dulu seminggu baru beli. Itu pun diputarnya berulang-ulang sampai pita kasetnya molor.
Tapi karena proses itu, kita merasakan kenikmatan.
Jaman sekarang?
Asal punya android dan "minta papa pulsa", mau dengar lagu apa saja bisa tinggal sejauh click. Sehari bisa dengarkan puluhan lagu. Mendengarkan musik seharian.
Puas??
Sebaliknya!!!
Semakin mudah kesenangan terpenuhi, apalagi sampai bertubi-tubi...hasilnya justru stress...
Akibatnya apa kalau stress?
Menuntut kesenangan yang lebih "tinggi" lagi (semacam dosis kecanduan morfin). Kalau dipenuhi terus akan semakin gila. Lalu timbul tindakan ngawur / nekat.
Hidup terasa hampa.
Apa yang natural dirasa kurang sip, lalu dengan akal pikirannya mencoba mereka-reka "yang lebih baik", "lebih efisien", "lebih benar", akibatnya hidup rumit sekali dan satu anggota masyarakat dengan anggota masyarakat yg lain mengejar "cita-cita ideal"nya masing-masing...
bukan semakin baik tapi semakin absurd... Tetapi "kegatalan" tidak enak kalau tidak digaruk....maka semakin bingung semakin ngoyo memutar pikiran.... akhirnya yg terjadi hanyalah BIAS, DISTORSI dan DELUSI... menjadi manusia super bawel seperti nenek-nenek yang mengkhayal sedang hidup di jalan PALING benar. Tiap-tiap orang dalam gelembung khayalnya masing-masing.
Mesti satu keluarga duduk bersama makan malam tubuhnya hadir semua, tapi nyawanya masing-masing entah terbang kemana.
Bukankah itu gejala penyakit modern ini?
Inilah salah satu contoh KETIDAKSIAPAN psikologis manusia atas lompatan teknologi yg super cepat. (Ingat, pesawat terbang saja baru ditemukan 100 tahun yg lalu. Jaman sekarang --saya dengar-- sudah ada yg menemukan teknologi atau minimal secara konsep teori untuk terbang / melayang dengan menggunakan vortex energy pada suatu wahana yg dirancang dari bahan dengan struktur crystalline).
Akibatnya, hampa....tapi mencari pemenuhan sementara melalui puja-puji hebrink dengan teknik NLP (Neuro Linguistik Program = motivasi) maupun katarsis musikal.
Ini jelas bukan merupakan solusi dari kehausan eksistensial tersebut. Bukti kegagalan itu adalah munculnya bigotry tersebut sebagai diagnosisnya. Tapi orang awam pada umumnya tidak mengerti hal ini. Karena ini kasunyatan, sementara mereka hidup dalam hyperreality mereka sendiri (dan bersikeras). Tentu gagal melihat.
Rahayu!
Danz Suchamda