Negeri Tanpa Nabi
Kenapa Tuhan tidak mengutus atau melahirkan seorang nabi di bumi Nusantara ini?.Kenyataan itu yang membuat para manusia mental budak, keranjingan memuja bangsa lain sekaligus memandang rendah bangsa sendiri. Namanya juga orang mabuk dogma, kencing onta pun di puja sebagai air dari Surga. Ada konsleting di otaknya, tidak lagi merasa sebagai budak yang ditindas/jajah. Penindasan/keterjajahan itu justru menjadi semacam kebutuhan, bahkan menjadi kebanggaan. Koplak khan? Jadi budak kok bangga.
Kenapa Tuhan tidak mengutus atau melahirkan seorang nabi di bumi Nusantara?. Itu justru menunjukkan betapa sangat dekat dan sayangnya Tuhan pada bangsa ini, sekaligus menunjukkan betapa cerdas dan dalamnya spiritual di Nusantara ini.
Bangsa ini tidak butuh hadirnya seorang nabi, karena kita bangsa beradap yang udah dekat dengan sang pencipta alam semesta. Hanya bangsa bar-bar tak tahu etika, estetika dan adab yang butuh hadirnya seorang nabi sebagai pemandu, petunjuk dan jadi contoh ketauladanan. Logika sederhananya khan seperti itu. Hanya orang buta jalan yang butuh petunjuk google map, kitab suci, GPS dan sebagainya. Kalau kita, mau jalan ya jalan aja. Mantap, Tuhan beserta disetiap langkah kita.
Kita bangsa yang sudah sangat dekat dengan Tuhan, karena itu kita tidak butuh teriak-teriak apalagi pakai pengeras suara siang-malam untuk memuja-muji namaNya. Tuhan tidak butuh pujian. Dipuja atau tidak, Tuhan tetap maha tinggi. Kamu-kamu para manusia sok sucilah sesungguhnya yang butuh dan gila itu pujian.
Kita bangsa yang sudah dekat dengan Tuhan. Di tiap hembusan nafas dan detak nadi pun kita percaya Tuhan hadir. Disetiap apa yang kita lihat dan rasa Tuhan juga memberi petunjuk dan karunianya yang maha tidak terbatas. Sementara mereka percaya firman Tuhan hanya setebal kitab suci. Sementara kita tidak tahu kitab suci itu pernah di amandemen belum.
Katanya Tuhan maha besar/tidak terbatas, lha kok Tuhan cuma jadi setebal kitab? Sangat cerdas dan dalam spiritual Nusantara khan? Yang tidak pernah melahirkan seorang nabi Itu sesungguhnya. Karena sesuci dan sesempurna apa itu nabi, pada akhirnya yang ada hanya dogmatis. Stagnasi. Klaim kebenaran. Maka tidak usah heran, jika mereka tidak hanya dengan yang beda agama, bahkan masih satu agama, satu kitab dan satu nabipun pada saling berperang sendiri, saling bunuh-bunuhan. Karena merasa paling benar, suci dan sempurna senidiri. Merasa Tuhan ada di pihaknya. Padahal hanya ego tafsir mereka sendiri sebenarnya yang di puja.
Jika kita percaya Tuhan maha Besar, maka kita seharusnya sadar diri betapa kecil tiada artinya kita. Dan lihatlah, adakah kerendahan hati pada mereka yang suka mengagung-agungkan kitab suci itu?, yang tanpa sadar telah menggantikn Tuhan yang maha benar dan maha tahu dengan “kami yang paling tahu dan paling benar.”
Dan berabad-abad kita dididik untuk percaya bahwa nenek moyang kita terbelakang? Sebenarnya itu taktik bangsa lain agar gampang menguasai kita. Mendidik kita jadi bermental budak-bodoh, yang sudah takluk ketakutan hanya karena cerita terror Neraka sekaligus ngiler bangkitkan syahwat kebinatangannya hanya karena diiming-imingin kisah delusi Surgawi.
Ajaran spiritual Nusantara sudah mampu melampoi dualitas Surga dan Neraka. Kita saat ini tengah mengalami bukan hanya stagnasi, tapi dekandensi spiritual. Contoh mudah, candi Sukuh itu bukan hanya candi yang indah dan menakjubkan arsitekturnya. Tapi Lingga-Yoni yang ada disitu, selain mengandung perlambang seksualitas, menggegam pula haqiqat keutuhan Tuhan. Tapi apa kata generasi zaman ini tentang candi Sukuh? Mereka bilang itu candi porno!.
Manusia bermental budak ya akan seperti itu, hatinya kering, karena otaknya hanya kebanyakan diisi pasir. Suka memuja bangsa lain dan takut berdiri diatas kakinya sendiri. Tidak sadar, jika kita terlahir dan kelak akan mati juga berjalan sendiri-sendiri. Orang-orang bermental budak akan selalu bergerombol dan memuja keseragaman. Mereka tidak bisa melihat apalagi mensyukuri keanekaragaman sebagai berkah dan karunia Tuhan.
Mengidolakan seseorang itu tidak jelek. Tapi kalau saya lebih suka belajar untuk punya rasa percaya-diri. Karena kelak jika mati, kita juga harus berjalan sendiri. Katanya kita dicipta dari tanah, berdiri diatas tanah, hidup-makan dari tanah dan kelak juga akan kembali ke tanah. Maka hormatilah tanah leluhurmu. Warisilah sifat-sifat tanah yag mau menerima siapa saja apa adanya. Ndak usah ngomong tentang cerita langit, jika ndak bisa kau buktikan dikeseharian hidupmu.
Sudah saatnya kita menjadi bangsa yang cerdas, percaya diri dan tidak inferior dihadapan bangsa lain. Kita punya DNA itu. Nenek moyang bangsa Nusantara adalah manusia-manusia berkwalitas seperti itu. Jadi sudah saatnya berpaling dari idiologi asing dan menoleh ke dalam, kembali ke tradisi sendiri yang sangat indah, kaya warna, penuh estetika etika, toleran, penuh penghormatan pada sesama dan alam semesta.
Dan dari mana semua budaya adiluhungnya itu bisa terlahir? Yaitu dari jalan spiritualnya, ilmu keTuhanannya yang tak pernah melahirkan seorang nabi. Karena nabi mematikan nalar. Karena nabi memberikan jarak antara kita dan Tuhan, seolah-olah hanya para elite agama saja yang hapal menguasai kitab yang kenal Tuhan. Padahal dikenyataannya, agama saat ini hanya sering jadi kedok/topeng untuk menutupi kebusukan, kerakusan dan keserakahan mereka-mereka saja. Seperti kata Imanuel ; Mereka tidak lebih dari kuburan yang di cat putih. Putih bersih memang luarnya, tapi bangkai-busuk isinya.
NS
Ini adalah Blog Pribadi Segala resiko menjadi tanggung jawab pribadi masing-masing. Semoga Semua Mahluk Berbahagia Rahayu!!
Kamis, 14 Mei 2020
Kamis, 30 April 2020
KESELAMATAN
Tujuan mutakhir (ultimate) dari kehidupan adalah ‘selamat’; selamat di dunia, dan selamat di “akhirat”.
Seluruh ajaran kehidupan, baik yang lahir sebagai bentuk agama, atau bentuk budaya lainnya, disadari atau tidak mengimplikasikan esensi keselamatan.
Dalam ajaran Nasrani, tujuan akhir adalah keselamatan melalui Juru Selamat, dan sapaan umum antar umat Nasrani adalah ‘Syalom’ (selamat); sama halnya dengan Muslim yang mengucapkan ‘Assalaamualaik
um’ (salaam=selamat).
Di kalangan muslim, bagian terakhir dari Shalat adalah mengucapkan Salam.
Bahkan dalam kehidupan sosial sehari-hari: selamat siang, pagi, malam; selamat makan, selamat tidur, selamat menempuh hidup baru dll; segala hal pada ujung-ujungnya diharapkan selamat. Di kalangan sunda juga wilujeng berarti ‘selamat’. Dalam bahasa lain, ‘good day’; ‘good night’ dll.; meski tidak secara harfiah berarti selamat, namun good berarti baik –implikasi pengharapan akan segala sesuatu berjalan lancar dan selamat.
Jadi ternyata tujuan hidup bukanlah ‘mencari sorga’. Sorga (dalam konteks umum-berupa suatu tempat yang mewah penuh dengan fasiltas yang memanjakan) keberadaannya sendiri masih kontroversial, ada yang percaya ada juga yang tidak percaya. Ketika kita masuk sorga (jika diasumsikan ada), kita masih bisa jatuh terpeleset, terkilir, dan lain-lain, di sorga; jadi masuk sorga juga belum tentu selamat. Itu sebabnya keselamatan lebih utama dari Sorga.
Lawan kata dari ‘selamat’ adalah ‘celaka’. Mengharap keselamatan artinya mengharapkan terhindar dari kecelakaan; baik kecelakaan di dunia maupun “kecelakaan di akhirat”.
DEFINISI SELAMAT
Selamat artinya adalah 'kembali ke asal' dengan keadaan yang minimal sebaik ketika kita pergi. Jika kita pergi jauh dari rumah, lalu setelah perjalanan usai, tiba kembali di rumah, ini namanya ‘selamat’; jika kita take-off menggunakan pesawat, ketika kita landing kembali ke tanah, ke asal, itulah ‘selamat’. Dalam konteks kehidupan, jika kita kembali ke asal kita, mulang, inilah hakikatnya selamat; dalam ajaran islam dilukiskan dengan: Inalillahi waina ilaihi rojiun; atau dalam istilah asing: from ashes to ashes, from dust to dust. Dengan kata lain ‘selamat’ adalah kembali ke semesta Hyang Tunggal.
Konsekuensinya, jika kita tidak kembali ke asal, artinya kita tidak selamat. TIdak kembali ke asal bisa jadi artinya adalah berakhir di tempat lain, atau tersesat sehingga tidak bisa kembali.
Jalan pulang ke Hyang Tunggal adalah melalui frekuensi channel ‘Welas Asih’ atau Kasih Sayang, ujung jalan ini akan menuju ke ‘keselamatan’. Karakterisitik dari jalan ini adalah terang benderang di sepanjang jalannya; penuh dengan ‘keTERANGan’ dan ‘pengeTAHUan’. Dengan berjalan di bawah terang,selain anda akan terterangi, anda juga akan memantulkan terang, sehingga anda akan juga menjadi petunjuk bagi yang lain yang mencari Jalan.
JALAN TERANG
Jalan yang terang indikasinya adalah: terhindar dari: fitnah dan sumpah serapah, depresi dan stress yang berkepanjangan , murka dan amarah, sakit dan penyakit yang kronis, luka dan cedera, serta kematian melalui penderitaan jasmani dan rohani.
JALAN GELAP
Jadi ketika anda sedang mencari Jalan keselamatan lalu anda menemukan bahwa jalan tersebut melalui kekerasan, perang, konflik, pelecehan, penyerangan, dll. Sudah pasti anda salah duga; jalan itu bukanlah jalan menuju keselamatan. Tak ada jalan keselamatan yang ditandai dengan kegelapan, kesedihan, dan angkara murka. Anda pastilah sedang tersesat.
Jalan tersebut adalah jalan kegelapan, dibawah supervisi raja kegelapan ‘the master of the darkness’, Ia dengan sistematis menciptakan banyak jalan palsu, jalan yang tidak hanya menyesatkan, namun juga melelahkan, karena jalan ini biasanya tak berujung, namun selalu buntu (deadlock), seperti perangkap.
Ketika anda berada di jalan ini, anda tak hanya tersesat, namun juga celaka. Seperti ketika anda berjalan di jalan gelap, anda bisa terpeleset, terjatuh, bahkan bisa dirampok atau dibunuh. Kuasa gelap sangatlah destruktif. Mental anda bisa direkayasa, DNA anda bisa di-otak-atik, dijadikan eksperimen dsb.
KESELAMATAN TIDAK TERGANTUNG KEYAKINAN MANA YANG DIPEGANG
Selamat atau tidak ketika anda mengendarai, tidak ditentukan oleh kendaraan apa yang anda gunakan, namun ditentukan oleh kewaspadaan, kehati-hatian, pengetahuan dan keterampilan anda mengendarai utamanya untuk mengenali rambu-rambu di jalanan, apapun ‘pegangan’ anda, apakah kendaraan merek A atau merek B.
Salah satu taktik “begal” untuk mensabotase perjalanan anda adalah dengan membiaskan pandangan bahwa tujuan kita berjalan adalah untuk memuja kendaraan, termasuk doktrin yang membodohi dan menyesatkan secara fatal bahwa ‘menyerang kendaraan lain yang tidak satu merek dapat membuat kita cepat sampai ke jalan keselamatan. Dengan kata lain, salah satu cara untku menuju jalan keselamatan adalah dengan cara membuat pihak lain tidak selamat (celaka), tidakkah hal ini adalah kebodohan yang sangat mendasar?.
RAMBU RAMBU DI JALAN KESELAMATAN
Tidak begitu sulit untuk mengenali rambu-rambu ini, sebetulnya rambu-rambu ini juga cukup jelas. Jika ada dua rambu kiri dan kanan, yang satu bertuliskan ‘marah’ yang satu bertuliskan ‘besar hati’; kita bisa pilih yang kedua. Jika ada ‘dendam, satu lagi ‘maafkan’, kita bisa pilih ke jalan ‘maafkan’, dan sebagainya. Rambu-rambu lainnya untuk menuju jalan selamat adalah: toleransi, derma, ikhlas, sabar, rendah hati, bantu, tolong dsb. Jangan pilih rambu-rambu yang ada tulisannya misal: dendam, iri, serang, tonjok, bakar, kafirkan, labeli murtad, hanya kami yang benar, anda tak seagamais kami dsb.
Semakin banyak anda memilih rambu yang salah, maka anda akan semakin tersesat dan makin sulit kembali, dan ketika jalan makin gelap, maka ada peribahasa, diculik genderuwo, atau dilebok jurig (dimakan hantu), dan anda akan dijadikan pekerja kegelapan, tanpa sadar karena mental anda sudah dimutasi, pada frekuensi yang tidak peka lagi terhadap cahaya kebenaran. Anda akan membawa lebih banyak lagi orang lain untuk tersesat bersama anda.
MENUJU KESELAMATAN
Cara menuju keselamatan adalah selalu berusaha eling di jalan, selalu fokus untuk pada rambu rambu, selalu konsentrasi untuk menyetel frekuensi kita selaras dengan frekuensi yang berasal dari broadcaster ‘Welas Asih’. Channel tersebut akan membimbing kita selalu berjalan menujunya, seperti sebuah GPS. Begitu kita lengah, pekerja kegelapan selalu siap menyasarkan kita ke jalan kegelapan.
Musim panen hampir tiba, buah ruh yang penuh dengan kasih, kegembiraan, kesabaran, kemurahan, kebaikan akan dijemput menuju tempat pulang dengan selamat. Namun jalan kegelapan akan menumbuhkan ilalang, yang pada musim panen biasanya akan dibakar dan dimusnahkan.
29 Apr 2011
Hendra Hendarin
Seluruh ajaran kehidupan, baik yang lahir sebagai bentuk agama, atau bentuk budaya lainnya, disadari atau tidak mengimplikasikan esensi keselamatan.
Dalam ajaran Nasrani, tujuan akhir adalah keselamatan melalui Juru Selamat, dan sapaan umum antar umat Nasrani adalah ‘Syalom’ (selamat); sama halnya dengan Muslim yang mengucapkan ‘Assalaamualaik
um’ (salaam=selamat).
Di kalangan muslim, bagian terakhir dari Shalat adalah mengucapkan Salam.
Bahkan dalam kehidupan sosial sehari-hari: selamat siang, pagi, malam; selamat makan, selamat tidur, selamat menempuh hidup baru dll; segala hal pada ujung-ujungnya diharapkan selamat. Di kalangan sunda juga wilujeng berarti ‘selamat’. Dalam bahasa lain, ‘good day’; ‘good night’ dll.; meski tidak secara harfiah berarti selamat, namun good berarti baik –implikasi pengharapan akan segala sesuatu berjalan lancar dan selamat.
Jadi ternyata tujuan hidup bukanlah ‘mencari sorga’. Sorga (dalam konteks umum-berupa suatu tempat yang mewah penuh dengan fasiltas yang memanjakan) keberadaannya sendiri masih kontroversial, ada yang percaya ada juga yang tidak percaya. Ketika kita masuk sorga (jika diasumsikan ada), kita masih bisa jatuh terpeleset, terkilir, dan lain-lain, di sorga; jadi masuk sorga juga belum tentu selamat. Itu sebabnya keselamatan lebih utama dari Sorga.
Lawan kata dari ‘selamat’ adalah ‘celaka’. Mengharap keselamatan artinya mengharapkan terhindar dari kecelakaan; baik kecelakaan di dunia maupun “kecelakaan di akhirat”.
DEFINISI SELAMAT
Selamat artinya adalah 'kembali ke asal' dengan keadaan yang minimal sebaik ketika kita pergi. Jika kita pergi jauh dari rumah, lalu setelah perjalanan usai, tiba kembali di rumah, ini namanya ‘selamat’; jika kita take-off menggunakan pesawat, ketika kita landing kembali ke tanah, ke asal, itulah ‘selamat’. Dalam konteks kehidupan, jika kita kembali ke asal kita, mulang, inilah hakikatnya selamat; dalam ajaran islam dilukiskan dengan: Inalillahi waina ilaihi rojiun; atau dalam istilah asing: from ashes to ashes, from dust to dust. Dengan kata lain ‘selamat’ adalah kembali ke semesta Hyang Tunggal.
Konsekuensinya, jika kita tidak kembali ke asal, artinya kita tidak selamat. TIdak kembali ke asal bisa jadi artinya adalah berakhir di tempat lain, atau tersesat sehingga tidak bisa kembali.
Jalan pulang ke Hyang Tunggal adalah melalui frekuensi channel ‘Welas Asih’ atau Kasih Sayang, ujung jalan ini akan menuju ke ‘keselamatan’. Karakterisitik dari jalan ini adalah terang benderang di sepanjang jalannya; penuh dengan ‘keTERANGan’ dan ‘pengeTAHUan’. Dengan berjalan di bawah terang,selain anda akan terterangi, anda juga akan memantulkan terang, sehingga anda akan juga menjadi petunjuk bagi yang lain yang mencari Jalan.
JALAN TERANG
Jalan yang terang indikasinya adalah: terhindar dari: fitnah dan sumpah serapah, depresi dan stress yang berkepanjangan , murka dan amarah, sakit dan penyakit yang kronis, luka dan cedera, serta kematian melalui penderitaan jasmani dan rohani.
JALAN GELAP
Jadi ketika anda sedang mencari Jalan keselamatan lalu anda menemukan bahwa jalan tersebut melalui kekerasan, perang, konflik, pelecehan, penyerangan, dll. Sudah pasti anda salah duga; jalan itu bukanlah jalan menuju keselamatan. Tak ada jalan keselamatan yang ditandai dengan kegelapan, kesedihan, dan angkara murka. Anda pastilah sedang tersesat.
Jalan tersebut adalah jalan kegelapan, dibawah supervisi raja kegelapan ‘the master of the darkness’, Ia dengan sistematis menciptakan banyak jalan palsu, jalan yang tidak hanya menyesatkan, namun juga melelahkan, karena jalan ini biasanya tak berujung, namun selalu buntu (deadlock), seperti perangkap.
Ketika anda berada di jalan ini, anda tak hanya tersesat, namun juga celaka. Seperti ketika anda berjalan di jalan gelap, anda bisa terpeleset, terjatuh, bahkan bisa dirampok atau dibunuh. Kuasa gelap sangatlah destruktif. Mental anda bisa direkayasa, DNA anda bisa di-otak-atik, dijadikan eksperimen dsb.
KESELAMATAN TIDAK TERGANTUNG KEYAKINAN MANA YANG DIPEGANG
Selamat atau tidak ketika anda mengendarai, tidak ditentukan oleh kendaraan apa yang anda gunakan, namun ditentukan oleh kewaspadaan, kehati-hatian, pengetahuan dan keterampilan anda mengendarai utamanya untuk mengenali rambu-rambu di jalanan, apapun ‘pegangan’ anda, apakah kendaraan merek A atau merek B.
Salah satu taktik “begal” untuk mensabotase perjalanan anda adalah dengan membiaskan pandangan bahwa tujuan kita berjalan adalah untuk memuja kendaraan, termasuk doktrin yang membodohi dan menyesatkan secara fatal bahwa ‘menyerang kendaraan lain yang tidak satu merek dapat membuat kita cepat sampai ke jalan keselamatan. Dengan kata lain, salah satu cara untku menuju jalan keselamatan adalah dengan cara membuat pihak lain tidak selamat (celaka), tidakkah hal ini adalah kebodohan yang sangat mendasar?.
RAMBU RAMBU DI JALAN KESELAMATAN
Tidak begitu sulit untuk mengenali rambu-rambu ini, sebetulnya rambu-rambu ini juga cukup jelas. Jika ada dua rambu kiri dan kanan, yang satu bertuliskan ‘marah’ yang satu bertuliskan ‘besar hati’; kita bisa pilih yang kedua. Jika ada ‘dendam, satu lagi ‘maafkan’, kita bisa pilih ke jalan ‘maafkan’, dan sebagainya. Rambu-rambu lainnya untuk menuju jalan selamat adalah: toleransi, derma, ikhlas, sabar, rendah hati, bantu, tolong dsb. Jangan pilih rambu-rambu yang ada tulisannya misal: dendam, iri, serang, tonjok, bakar, kafirkan, labeli murtad, hanya kami yang benar, anda tak seagamais kami dsb.
Semakin banyak anda memilih rambu yang salah, maka anda akan semakin tersesat dan makin sulit kembali, dan ketika jalan makin gelap, maka ada peribahasa, diculik genderuwo, atau dilebok jurig (dimakan hantu), dan anda akan dijadikan pekerja kegelapan, tanpa sadar karena mental anda sudah dimutasi, pada frekuensi yang tidak peka lagi terhadap cahaya kebenaran. Anda akan membawa lebih banyak lagi orang lain untuk tersesat bersama anda.
MENUJU KESELAMATAN
Cara menuju keselamatan adalah selalu berusaha eling di jalan, selalu fokus untuk pada rambu rambu, selalu konsentrasi untuk menyetel frekuensi kita selaras dengan frekuensi yang berasal dari broadcaster ‘Welas Asih’. Channel tersebut akan membimbing kita selalu berjalan menujunya, seperti sebuah GPS. Begitu kita lengah, pekerja kegelapan selalu siap menyasarkan kita ke jalan kegelapan.
Musim panen hampir tiba, buah ruh yang penuh dengan kasih, kegembiraan, kesabaran, kemurahan, kebaikan akan dijemput menuju tempat pulang dengan selamat. Namun jalan kegelapan akan menumbuhkan ilalang, yang pada musim panen biasanya akan dibakar dan dimusnahkan.
29 Apr 2011
Hendra Hendarin
Langganan:
Postingan (Atom)
Simulacra & Perversion
Primordial Nature Home JUN 3 Simulacra and Perversion SIMULACRA & PERVERSION Kesehatan mental itu hanya bisa didapat bila berada dalam...
-
Muhammad Nurul Banan, KARAKTER ORANG LAIN SEBAGAI SUMBER KEREZEKIAN Beberapa bulan lalu saya menaikan daya listrik rumah saya, menjadi 38...
-
Danz Suchamda, MEDITASI BUKAN BERARTI SEKEDAR TEKNIK Meditasi adalah suatu keadaan menjaga kesadaran dan perhatian secara terus m...