Primordial Nature
SIMULACRA & PERVERSION
Kesehatan mental itu hanya bisa didapat bila berada dalam kebenaran. Makanan batin yang tidak sehat meracuni jiwa.
Batin harus mendapat asupan kebenaran agar dapat berpikir secara sehat menyimak realitas. Sedangkan batin yang sakit tidak dapat berpikir benar sehingga menciptakan kepalsuan (simulacra) : kefanaan dengan ilusi kebakaan (permanensi) yang sekalipun terlihat cair namun menutupi realitas dengan kepalsuan sehingga memunculkan kejiwaan yang sakit....keterbolak-balikan yang busuk (perversion).
Simulacrum, secara etimologis berasal dari bahasa Latin 'simulare', yang berarti menyalin, mengcopy, mewakili. Tulisan2 Plato adalah salah satu tulisan2 paling awal dimana menyebutkan bahwa itu adalah act of deceitful (tindakan penipuan). Ia menekankan bahwa dalam prosesnya, imaji didistorsikan secara sengaja agar yang palsu terlihat sama dengan aslinya. Dis-simulasi adalah berpura-pura tidak memiliki apa yang seseorang miliki; sedangkan Simulasi adalah berpura-pura memiliki apa yang tidak dipunyai.
Jadi Simulacrum adalah suatu pernyataan absence (ketiadaan) --bukan existence (keberadaan). Ketiadaan terhadap suatu kualitas yang tidak dipunyainya.
“Sesegera setelah kita ingin merasakan atau memutuskan untuk merasakan, perasaan adalah bukan lagi perasaan, tetapi merupakan IMITASI dari perasaan, bayangan dari perasaan".
~ “Immortality” , Milan Kundera
Donald Metzer mengatakan,
"In perverse states of mind, dependence upon good parts of the self is replaced by passivity towards bad parts of the self, in a mood of despair. The perverse states of mind are habitual, addictive or criminal.”
(Dalam kondisi batin yg brengsek (pemutar-balikan), ketergantungan pada bagian diri yang baik digantikan oleh kepasifan terhadap bagian yang buruk dari diri, dalam mood keputus-asaan. Kebrengsekan-terbolak-balik dari batin menjadi kebiasaan, mencandu, bahkan kriminal.)
Ia menambahkan, “A perverse impulse attempts to alter good into bad while preserving the appearance of the good. A perverse state of the mind is the caricaturing of love relations by sado-masochism.” (Dorongan kebrengsekan mencoba mengubah-tampilkan yang baik menjadi buruk manakala tetap berusaha menjaga penampilan (dirinya) sebagai "yang baik". Keadaan kebrengsekan dari batin adalah mengkarikaturkan hubungan cinta dengan cara sado-masokis (kesadisan).
Jadi, dengan kata lain...karikatur dari 'kebajikan' itu adalah simulacrum dari kebrengsekan yang nyata. Usaha mensimulasikan kesan positif dari yang negatif. Ke-tiada-an [kebajikan] itu disamarkan dengan ke-ada-an, ini adalah inti dari kebrengsekan tersebut. Ini adalah awal dari segala kebohongan, manipulasi, kepalsuan, distorsi yg berusaha menyerang pemikiran yg berpijak pada realitas. Korupsi emosional dan manipulasi realitas diindoktrinasikan, dimana penyamaran dan pemalsuan diciptakan. dimana makna dan rujukan yg benar dimusnahkan; suatu kondisi dimana keputus-asaan, apathy, kehancuran, kebencian, kecemburuan dipulaskan dalam simulacra yg diberi judul "cinta dan kebenaran". Semua itu merupakan suatu tindakan pengalihan dari kegalauan yang nyata. Pemutarbalikan sebagai suatu usaha pertahanan dari kegilaan dengan cara memutuskan diri dari realitas. Perjalanan spiral menuju inti neraka dimana Iblis pada dirinya sendiri berdiam. Note : Iblis adalah bapa dari segala kepalsuan (ketidakbenaran).
Seperti dalam Novel karya George Orwel berjudul "1984" dimana seluruh penduduk dunia dikuasai oleh "The Big Brothers", tirani yang menjajah dan membelenggu sampai setiap gerakan kecil dalam kehidupan pribadi masyarakatnya. Dimana dalam negeri khayal itu ada "Departemen Kebenaran" yang tugasnya untuk menetapkan kesalahan sebagai kebenaran dan memusnahkan apa yang difatwa salah (walau sebetulnya benar), "Departemen Hukum" yang tugasnya adalah untuk menghukum setiap orang yang menentangnya; "Departemen Cinta" yang bertugas untuk mengembangkan cinta buta rela menyerahkan jiwa raga bakti pada sang idol dan memerangi para penentang2 "cinta"; "Departemen Kemiskinan" yang bertugas memelihara kemiskinan untuk ops "keindahan beramal" sehingga dapat memperalat mereka sebagai sumber daya politik yg gampang dibeli (disuap); "Departemen Pendidikan" yang bertugas mencuci-otak rakyat dengan informasi palsu; Departemen "Kebebasan" yang bertugas agar para bajingan dapat 'bebas' menjalankan paksa memaksa atau memanipulasi sesamanya untuk kejayaan sang tiran. Bentuk "Panitia Kemerdekaan" agar rakyat ternina-bobo tidak sadar bahwa sebenarnya masih dijajah. Semuanya menjadi terbolak-balik dengan segala macam tipu daya untuk menciptakan peternakan manusia bagi kepentingan segelintir elit politik.
Originally posted on : Tuesday, June 3, 2014 at 9:39am UTC+07
----------------------
TAMBAHAN ULASAN PENJELASAN pasca Kerusuhan 22 Mei 2019
Ini tulisan lama, tapi mungkin kata2nya terlalu sulit. Ini dipostingkan di awal-awal page sebelum banyak orang menyadari atau mengerti fenomena itu, maka tidak banyak pertanyaan atau perenungan. Oleh karena itu saya angkat sekali lagi, agar setelah kejadian-kejadian politik putar-balik di negeri kita ini diamati, dialami dan dirasakan oleh semua pihak, maka topik ini mencuat kembali menjadi relevan dengan kemengadaan anda sekalian.
Ok, saya copaskan dulu quote dari artikel lama itu untuk bahan menjelaskan alinea-alinea sulit :[Quote] [1] Simulacrum, secara etimologis berasal dari bahasa Latin 'simulare', yang berarti menyalin, mengcopy, mewakili. Tulisan2 Plato adalah salah satu tulisan2 paling awal dimana menyebutkan bahwa itu adalah act of deceitful (tindakan penipuan). [2] Ia menekankan bahwa dalam prosesnya, imaji didistorsikan secara sengaja agar yang palsu terlihat sama dengan aslinya. [3a] Dis-simulasi adalah berpura-pura tidak memiliki apa yang seseorang miliki; [3b] sedangkan Simulasi adalah berpura-pura memiliki apa yang tidak dipunyai.[4] Jadi Simulacrum adalah suatu pernyataan absence (ketiadaan) --bukan existence (keberadaan). [5] Ketiadaan terhadap suatu kualitas yang tidak dipunyainya.[6] “Sesegera setelah kita ingin merasakan atau memutuskan untuk merasakan, perasaan adalah bukan lagi perasaan, tetapi merupakan IMITASI dari perasaan, bayangan dari perasaan".~ “Immortality” , Milan Kundera[End_quote]
Penjelasan point per point :[1] Tindakan penipuan, tentu semua orang tahu. Tidak perlu penjelasan lagi.[2] Seorang penipu tentu harus mengesankan bahwa barang imitasinya semirip mungkin dengan aslinya, bukan?[3a] Misal seseorang memiliki sifat tamak, tapi berusaha memunculkan citra bahwa ia tidak tamak. Itulah Dis-simulasi.[3b] Misal suatu peristiwa tidak pernah terjadi dalam sejarah, tapi dibikin "sejarah buatan" atau dokumen2 palsu seolah peristiwa itu benar-benar terjadi. Itulah Simulasi.[4] Jadi simulacrum adalah sebuah istilah untuk menunjukkan suatu ketiadaan. Misal : "Simulacra Keadilan" berarti ketiadaan keadilan (walau seolah-olah selalu dikumandangkan jargon keadilan). "Simulacra Damai" berarti ketiadaan damai (walau selalu ditekan-tekankan bahwa kami adalah kaum damai).[5] Kalimat dengan dua negative ini mungkin membingungkan. Penjelasannya begini :Ketika seseorang mengklaim pihaknya penuh kasih, padahal tidak memiliki kasih. Maka itu disebut Simulakra Kasih , artinya: situasi ketiadaan kasih (misal hubungan kontraktual / transaksional) tapi didefinisikan ulang (dipelintir) sebagai : kasih.....(yang senyatanya tiada).Maka dikatakan sebagai "Ketiadaan terhadap suatu kualitas yang tidak dipunyainya." Karena :- kalau anda menrumuskannya sebagai "Ketiadaan terhadap suatu kualitas yang ADA dipunyainya" ...maka kalimat itu jadi SALAH, karena dia tidak pernah punya.- kalau anda merumuskannya sebagai "KeADAan terhadap suatu kualitas yang tidak dipunyainya"....maka kalimat itu JUGA SALAH, karena tidak pernah ada suatu keADAan itu.[6] Bayangkan dalam situasi tidak ada keadilan, semua diberlakukan berdasarkan diskriminasi mayoritas-minoritas. Benar-salah bukan lagi berdasar benar-salah, tetapi berdasar mayoritas-minoritas. (Parahnya! Status 'mayoritas' itu pun adalah hasil Simulacra! Simulacra of simulacra ..dst ad infinitum). Lalu anda dipaksa mengamini itu sebagai keadilan. Maka "keadilan" itu akan terpaksa anda rasakan sebagai keadilan (tapi anda tidak boleh mengatakan dipaksa!). Jadi jelas sebetulnya itu bukan perasaan sejati lagi, tapi bayang-bayang dari perasaan, atau imitasi dari perasaan adil yg sesungguhnya. Dan itu bisa diciptakan dengan dukungan media audio-visual yang mengesankan perasaan itu nyata. Maka ketika anda-anda yang peka kesejatian merasakan suatu keganjilan lalu memprotes / menentangnya, dengan segera anda dituduh sebagai anti-keadilan!Bahkan dengan segera, massa pun turut tergerak karena 'merasa' anda anti-keadilan...lalu anda dihakimi. Itulah maka dikatakan sebagi imitasi-perasaan.
--------------------- Maaf bukan bermaksud menyinggung pihak2. Tetapi situasinya semakin urgent
pada dasarnya wabah kegilaan itu cepat menular
ilusi itu lebih disenangi mahluk2 di dalam matrix.
Semakin tebal egonya, semakin mudah diilusi. (Prinsip yg sama utk Gendam / Santet / Sihir, dll).
Maka perjuangan sejatinya harus dengan penyadaran
dan itulah mengapa para nabi, martir, dsb dibunuh...karena mewartakan realitas. Tapi kenyataannya si setan sudah menghack proses itu...jadi isinya "nabi", "martir" dsb = the agents
You will never know the truth. But you can know Truth yang selalu hadir di nowness. Truth is never in a past tense.
Oya, sebenarnya terdapat perbedaan definitif dari "Simulasi" dan "simulacra".
Simulasi itu kalau realitasnya ada lalu disimulasi.
Misal : balapan mobil formula-1 ada, lalu dibuat simulasi gamenya di komputer.
Simulakra itu kalau realitasnya tidak pernah ada.
Misal : Game perjalanan ke planet Saturnus.
Kenyataannya tidak pernah ada.Maka kalau misal dikatakan Mr.X pernah turun ke dunia dan melakukan penyelamatan dunia, padahal tidak pernah ada realnya Mr.X, nah itu disebut SIMULACRA, bukan simulasi. Semua bukti2 pendukungnya (dokumen, artefak, kesaksian2, dsb) dibuat belakangan.
Dokumennya real, isinya tidak real.
Artefaknya real, tapi kreasi imajinasi.
Kosa kata dalam kitabnya sama, tapi artinya sudah diganti / digeser.
---------------------
Tulisan yang terkait :
1. Blood for Gold
2. New World Order
3. Geopolitik Agama
4. Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa
5. Akhir Zaman
Memuat
Tambahkan komentar