TUHAN MANA LAGI YANG MAU DICATUT?
Secara kauniyah tubuh Anda tidak bisa utuh sebagai waujud biologis bila tubuh Anda hanya terdiri dari satu unsur. Apa yang terjadi kalau tubuh Anda hanya tulang saja tidak ada unsur lainnya, bisakah wujud biologis Anda ada? Anda terwujud dari ke-bhinneka-an unsur-unsur biologis yang berbeda-beda, ada unsur air, unsur tulang, unsur daging, hingga unsur-unsur najis turut serta mewujudkan bentuk biologis Anda.
Bumi bila hanya terdiri dari unsur batu, bisakah Anda hidup di Bumi ini? Batu, air, udara, tanah, mineral, oksigen, karbohidrat, semuanya unsur yang berbeda-beda. Dari ke-bhinneka-an, Allah meng-fayakun-kan alam semesta, dari ke-bhinneka-an, Allah mencipta. Tanpa ke-bhinneka-an, alam semesta ini gagal tercipta. Dari ke-bhinneka-an alam semesta ini terwujud, alam ini di bawah rahmat Ke-Bhinneka-an Allah.
Karena ini Allah bergelar Ar-Rahmān, di mana di titik Ar-Rahmān kesadaran Allah adalah kesadaraan ke-bhinneka-an total, Allah sangat plural tiada batas. Semua diperlakukan dan diberi hak yang sama di bawah kesadaran Ar-Rahmān-Nya. Tidak ada bedanya antara yang hitam dan putih, antara Fremashon dan ISIS, antara Donald Trump dan King Abdul Aziz, antara atas dan bawah. Semua direngkuh oleh-Nya sebagai satu kesatuan tak berbeda.
Karena ini Anda jangan heran, K.H. Abdurrahman Wahid, K.H. Ahmad Musthofa Bisri, Buya Syafii Maarif, Dr. Nur Cholis Madjid, Jalaluddin Rumi, Ibn 'Arabi, Manshur Al-Hallaj, Siti Jenar, dll., terlihat begitu plural, mereka tidak hanya mengasihi yang seagama, tetapi yang berbeda agama mereka tidak hanya mengasihi tetapi melindungi. Bukan mereka liberal, tetapi mereka para penzikir yang mencapai kekekalan, mereka mengenali Allah seutuhnya dengan mata hati mereka, mereka tahu "Allah Maha Bhinneka" di dalam Ke-Ahad-an-Nya. Merekalah para pencapai iman.
Bahkan semua spiritualis dari agama apapun sama-sama mengenali-Nya sebagai Zat Yang Bhinneka. Bunda Teresha, Dai Lama, Paus Fransiskus, Sir Thomas Aquinas, Mahatma Gandhi, Gede Prama, dll., contohnya. Mereka tidak mempermasalahkan sekat agama, karena mereka semua tahu Ke-Mahabhinnekaan-Nya.
Tidak bisa di kehidupan ini hanya Islam saja, hanya Kristen saja, hanya Budha saja, dan seterusnya. Alam semesta runtuh kalau di Bumi ini hanya ada satu agama saja, seperti runtuhnya tubuh Anda ketika hanya tersusun dari unsur tulang.
Mereka paham benar dengan Allah karena itu mereka sedikitpun tidak mau mengingkari kebijaksanaan Allah. Alam semesta telah digarisbawahi dengan sunnatu-llāh, maka mereka menerima keanekaragaman setulus hati tanpa punya kepentingan SARA.
Sebab ini, komunisme sebagai aliran filsafat anti Tuhan, justru menemukan kalau hidup ini anti perbedaan. Catatlah Korea Utara, stasiun televisi dan radio hanya satu, mereka takut dengan perbedaan informasi, kebijaksanaan pemerintahan hanya boleh satu komando Kim Jong Un, partai politik hanya ada satu, bahkan saya mendengar cukuran pria hanya boleh satu model yakni model rambut Kim Jong Un. Berani berbeda di Korea Utara langsung bunuh.
Dan semua negara-negara komunis di dunia melakukam revolusi dengan pembunuhan massal, memaksa orang untuk satu pendapat, satu kemauan, berani beda diteror dan dibunuh. Karenanya sistem sosial komunisme adalah "sosialisme" di mana semua kebijaksanaan untuk rakyat dikendalikan oleh pemerintah. Mereka anti perbedaan, anti kritik, sangat tertutup dan otoriter sebab keantian mereka terhadap Tuhan. Mereka mengingkari sunnatu-llāh tercipta dari perbedaan.
Di dalam beragama, banyak kelompok dengan "mengatasnakan Tuhan" dengan semangat sekali mengkotak-kotak k*f*r, dicolok-colokkan semangat peng-k*f*r-an, bunuh, bunuh, bunuh. ISIS begitu semangat membunuh atas nama Tuhan, tidak seide dengan ideologi ISIS halal dibunuh. Semua harus berbaju sama, semua harus ISIS, beda dengan ISIS harus musnah. Dikira mewujudkan tubuh biologis cukup dengan unsur tulang, mewujudkan agama haq harus membunuh aliran yang berbeda. Ini ingkar sunnatu-llāh, artinya ingkar Tuhan.
Lalu model mengenali Tuhan dengan semangat seperti ini apa bedanya dengan semangat sosialis-komunis? Bedanya komunis di bawah formalitas ateis, ISIS di bawah formalitas teis. Itu semua terjadi karena Tuhan dipahami sebagai formalitas dalil, tidak sebagai rasa hati nurani. Ujar-ujar mengatasnamakan Tuhan eeh realitasnya anti Tuhan.
Tidak hanya dalam Islam, kasus anti beda juga sedang marak di Myanmar, Budhis Myanmar begitu semangat membunuh atas nama Tuhan, Yahudi Israel begitu semangat membantai muslim dan Arab atas nama Tuhan, Donald Trump begitu semangat mendiskriminasi
kan muslim, Arab Saudi begitu semangat memboikot haji muslim Iran.
Di negeri kita semangat anti Tuhan dengan mengatasnamakan Tuhan mulai marak, ada issu roti kafir, dan kemarin di Bandung KKR di jalan dilarang, padahal di Monas juga ada shalat Jumat di jalan.
Semangat meng-k*f*r-kan tidak ada beda dengan semangat anti Tuhan, lalu Tuhan yang mana yang sedang diatasnamakan? Tuhan Yang Maha Esa bersifat plural, segala keragaman Dia akui, segala ke-bhinneka-an diikat, lalu Tuhan mana lagi yang mau dicatut?
Mau jubahan, mau pakai kalung Salib besar, mau kepala plontos dengan jubah orange, mau jenggotan dengan surban dan jidat hitam, kalau ide peng-k*f*r-annya masih kuat, aah itu karakter Kim Jong Un yang anti Tuhan.
Kecuali dalam keadaan tertentu, seperti Shalahuddin Al-Ayyubi menghadapi pasukan Salib Eropa, Nelson Mandela menghadapi rasisme warna kulit, Bung Karno dan Mahatma Gandhi menghadapi penjajahan, demi membela hak, mereka berani duel dalam perbedaan. Bukan 1 nyamuk dilawan oleh 7 ribu obat anti nyamuk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar