Sabtu, 22 April 2017

SPIRITUAL JAWA

Tuhan tak pernah tidak adil, dan tak pernah pilih kasih baik kepada ras, etnik tertentu dan golongan tertentu. Tetapi manusia sering menghindari sikap yang ditunjukkan Tuhan dan malah menjadikan perbedaan sebagai masalah.
Bangsa Indonesia yang mengaku agamis, perlu mengaku kalah langkah dengan bangsa yang dianggap sekuler yang senyatanya bisa menangkap rumus dan tatanan kodrat Tuhan dengan seksama.

Kita terjebak dalam emosi kemarahan yang tercetus karena perbedaan kulit ataupun yang hanya sekadar baju, sehingga hidup penuh rasa curiga terhadap sesama. Itukah religius. Itukah agamis.

Kalau mengutamakan curiga, dan menutup mata terhadap bangsa lain, atau bahkan saudara kita sendiri, jangan disalahkan kalau kita tertinggal dalam segala hal dan senantiasa sengsara sebagai bangsa.

Manusia harus menggapai kemajuan dan kemuliaan hidup. Hal itu bisa dicapai kalau manusia mengutamakan hidup positif dan tidak pernah bosan dengan kritik pribadi.

Niyat ingsun nyebar ganda arum, tyas manis kang mantesi ruming wicara kang mranani, sinembuh laku utama. Demikian sasmita dari leluhur bahwa niatnya hanyalah menyebarkan keharuman nama, dengan hati yang baik dikedepankan dengan ajakan yang baik diutamakan, ditambah laku keutamaan melayani sesama.

Semua itu didasari pada karepe rasa bukan rasane karep. Kemudian dilaksanakan dengan semangat tapa ngrame, sepi ing pamrih, rame ing gawe.

Membuat orang lain senang, karyenak tyasing sesami. Dengan demikian anugerah Ilahi bakal tercurah kepada kita masing-masing, dan kepada bangsa ini.

Rahayu!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Simulacra & Perversion

  Primordial Nature Home JUN 3 Simulacra and Perversion SIMULACRA & PERVERSION Kesehatan mental itu hanya bisa didapat bila berada dalam...