Kamis, 21 Januari 2016

.::KALAU PUNYA MASALAH, JANGAN CARI JALAN KELUAR::..

Ribuan kali, ribuan orang berbeda bertanya "bagaimana
caranya?" tatkala saya mengatakan masalah manusia
hanya ada di dalam dirinya dan satu-satunya cara untuk
menyelesaikannya bukanlah mencari jalan keluar tapi
jalan ke dalam.
Hari ini saya akan berbagi contoh kasus yang sedang
saya alami saat ini.
Beberapa hari terakhir ini hampir semua bagian kulit
tubuh ini sering merasa gatal.
Karena saya sedang di ubud, maka kecurigaan alergi
makanan bisa dinihilkan, sementara sebab luar seperti
nyamuk atau tungau selama ini tidak begitu menikmati
darah dan kulit saya.
Pikiran saya langsung ikut menduga ulat bulu yang
katanya orang sekitar memang sedang banyak-banyaknya
disini.
Reflek tanpa sadar saya melakukan garukan yang
membuat luka kecil di beberapa tempat termasuk wajah
yang saya duga tergaruk sewaktu tidur oleh kuku yang
belum dipangkas.
Normalnya bila merasa ada masalah mulailah kita
mencari solusi, dan reaksi sebagian besar dari kita
adalah segera 'membereskannya'. Dalam hal ini yang
biasa dilakukan mensterilkan rumah sambil memberikan
saleb pada luka. Keduanya biasanya berbahan kimia.
Kalau penyebab gatal sudah hilang dan luka sudah
sembuh maka misi sudah dianggap selesai, inilah yang
sering disebut masalah sudah beres.
Bagaimana dengan sikap kita di dalam?
Apa emosi di dalam yang menggerakkan kita untuk
membereskan masalah? apakah emosi itu juga sudah
beres?.
Dalam meditasi pagi tadi saya melihat sekaligus me re-
view apa yang terjadi di bathin saya.
Awalnya saya menyadari ada sikap menyalahkan yang
muncul, seperti "gara-gara ulat bulu nih, saya jadi
begini"
Setelah melihatnya lebih dalam, benderanglah bahwa
sikap menyalahkan berasal dari kemarahan saya.
Dan kemarahan apapun tidak pernah disebabkan oleh
aspek diluar diri ini.
Kemarahan saya berasal dari ketidakmampuan saya
untuk menahan keinginan untuk menggaruk tempat yang
gatal, maka terjadilah luka.
Ego saya tidak mau disebut tidak mampu maka ia mulai
mengeluarkan alasan yang menyalahkan pihak luar.
"Kalau tidak ada ulat bulu kan tidak mungkin ini
terjadi" kurang lebih begitulah bunyinya.
Cermati kemarahan-kemarahan lain, seperti orangtua
yang marah pada perilaku anak. Semua berawal dari
ketidakmampuan orangtua mengontrol sang anak. Dengan
kata lain karena ortu sudah mempunyai standart baik
dan buruk dan ia ingin anaknya terbentuk sesuai
standart baiknya, maka ia mencoba mengaturnya. Ortu
tersebut melekat kuat pada keinginannya (baca: egonya)
Karena kalau perilaku anak seperti yang dia inginkan,
maka lingkungan akan menilai dia adalah orangtua yang
hebat, dan bila pujian ini terjadi, ego akan berpesta
pora dan kita akan mendapat hadiah perasaan nyaman.
Bila sebaliknya yg terjadi maka muncullah marah dan
mulai mencari alasan atau pembenaran bahwa anaknya
lah yang nakal atau alasan lainnya.
Menemukan sekaligus menyadari bahwa semua emosi
termasuk marah, sedih, gelisah, cemas adalah berasal
dari dalam dan diri sendirilah yang sepenuhnya
bertanggung jawab adalah penemuan besar, melebihi
penemuan pesawat terbang.
Hal ini adalah bagaikan mendapat langkah besar menuju
ujung perjalanan diri yaitu mengenali siapa diri sejati ini.
Dalam meditasi saya juga menemukan kegelisahan yang
bersarang di dalam.
Lebih jauh saya menyadari bahwa emosi ini berasal dari
penolakan saya pada luka yang ada di wajah.
Saya tidak mau wajah saya seperti ini, saya tidak bisa
menerima tambahan variasi yang bertengger disamping
mata kiri ini.
Kenapa saya tidak mau menerima?
Jawabannya adalah saya telah melekat pada image
(baca:ego) yang telah saya ciptakan sebelumnya.
Ego tidak ingin turun pangkat, ia ingin terus berkembang
seperti para ekonom yang selalu mencanangkan
pertumbuhan ekonomi.
Ratusan milyard dollar setiap bulan dikeluarkan untuk
dapat mempertahankan citra penduduk bumi, dari
busana, kosmetik, anti aging sampai operasi plastik.
Ada nuansa ketidakrelaan ketika ingin menerima keadaan
yg terjadi.
Ketakutan berkurangnya penerimaan, penghargaan,
pengakuan seperti sebelumnya adalah bagaikan dosis
narkoba yang dikurangi.
Tatkala menyadari semua ini, saya berbicara pada ego.
"Hi Ego yg menciptakan kegelisahanku, terimakasih atas
semua hal yang telah kamu lakukan selama ini, saya
sering menikmati peranmu dan menggunakanmu untuk
keinginan dan kepentinganku.
Dan saat ini Kesadaran telah menuntunku untuk
menjelajah lebih dalam lagi dimana aku harus
meninggalkanmu disini.
Relakan dirimu untuk melepaskanku seperti aku
membiarkanmu pergi.
Sekali lagi Terimakasih dan Salam Bahagia "
Dialog dengan ego mungkin perlu diulang bahkan sampai
belasan kali dikesempatan lain.
Bila luka di kulit saya memilih untuk menggunakan lidah
buaya dan bahan alami lainnya, tulisan diatas ini adalah
cara saya membereskan emosi didalam. Tentu ada
ratusan cara atau jalan lainnya, silakan ikuti yang
paling cocok dihati.
Setiap masalah yang hadir adalah bagaikan perangkat
pertukangan yang hadir. Dengan palu, gergaji, sekop
dimana kita bisa gunakan untuk membangun rumah ego
yg megah dan membiarkan jiwa terkungkung di dalamnya
atau menghancurkannya dan membiarkan sang jiwa
terbang bersama sayap kesadaran.
Salam sadar #Gobind

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Simulacra & Perversion

  Primordial Nature Home JUN 3 Simulacra and Perversion SIMULACRA & PERVERSION Kesehatan mental itu hanya bisa didapat bila berada dalam...