Kamis, 02 Februari 2017

BE YOUR OWN LIGHT ( JADILAH CAHAYA BAGI DIRIMU SENDIRI )

Danz Suchamda
BE YOUR OWN LIGHT
(JADILAH CAHAYA BAGI DIRIMU SENDIRI)
Sebetulnya, bila ingin menuliskan lengkapnya adalah
begini "Be your own light to yourself to find
humbleness". "Jadilah cahaya bagi dirimu sendiri
untuk menemukan kerendahan hati".
Saya rasa, semua agama / ajaran spiritual pada
umumnya akan setuju bahwa kerendahan-hati
(bedakan dengan rendah-diri yg artinya minder),
adalah suatu jalan untuk mencapai keberhasilan
spiritualitas. Tapi sayangnya yang terjadi justru
sebaliknya. Nah, tulisan saya kali ini hendak
membedah persoalan ini.
Seperti kita ketahui bahwa pada umumnya ajaran2
rohani selalu menekankan pentingnya kerendah-hatian
. Karena kerendah-hatian adalah suatu sikap
mengalahkan ego. Dimana ego selalu adalah sentral /
sumber-permasalahan dari segala macam problema
yg dibicarakan dalam spiritualitas. Dan ego itu
mendapat nama / istilah khusus dalam alkitab yaitu
Setan (HaSatan). Akan tetapi sayangnya yang banyak
terjadi adalah suatu peniruan mekanis atau upaya diri
untuk menjadi rendah hati. Dengan kata lain ,
mengeraskan ego untuk mengalahkan ego. Tentu saja
ini adalah hal yang musykil, bagaikan anjing yang lari
berputar-putar untuk menggigit ekornya sendiri. Suatu
hal yang tidak mungkin akan berhasil. Oleh karena itu,
kepada para pemula digunakan 'jembatan keledai'
berupa obyek (sosok) diluar dirinya yang disebut
"Tuhan" ataupun "Dewa" dsb. Dengan cara itu, maka
ego si praktisi diarahkan untuk diletakkan dibawah
suatu stratum yg ditinggikan di atas dirinya.
Sayangnya, banyak yang melakukan itu dengan buta.
Artinya, tidak memahami bagaimana gerak-gerik /
lipatan batin yg sesungguhnya terjadi di dalam proses
penundukan ego tersebut. Walhasil, seseorang
mengandalkan cahaya dari orang lain untuk
menunjukkan kepadanya dimana tempat yg rendah
itu. Karena kebutaannya maka ia tidak tahu bahwa
tempat yg "rendah" itu adalah tinggi (maklum buta).
Dan orang yg anda andalkan untuk memberitahu anda
itu PUN melakukan hal yg sama melalui pengandalan
pada generasi2 yg sebelumnya....yg bila ditarik
alurnya akan bersumber dari si tokoh pertama sentral
dari agama / ajaran spiritualitas itu.
Andaikata, proses pencelikan mata itu terjadi secara
generasi ke generasi tanpa terputuskan maka tidak
akan terjadi kebutaan itu. Karena setiap generasi pasti
ada yang menjadi "mata" bagi angkatannya. Akan
tetapi proses sejarah yg kompleks, seringkali
menjadikan estafet tersebut terputus. Walhasil, yg
terjadi adalah fenomena orang buta menuntun orang
buta, walaupun semuanya selalu berteriak
"Cahaya...cahaya...."
Semua berteriak jargon "merendahkan diri", "berserah",
"tawakal", "ikhlas", dsb tapi pada dasarnya hanyalah
slogan kosong. Ketika ditegur kawannya bahwa kursi
yang didudukinya itu terlalu tinggi maka ia segera
marah dan mengatakan bahwa tempatnya adalah
paling rendah. Jadi sebuah ironi "kerendahan yang
tinggi-hati". Itulah yg terjadi!
Oleh karena itu, untuk mengetahui apakah yang
rendah dan apakah yang tinggi, seseorang harus
melihatnya langsung melalui mata batinnya yang
sudah dicelikkan (disembuhkan dari kebutaannya).
Dengan melihat, ia tidak perlu berteori. Ia dapat
menilai sendiri secara otomatis tanpa perlu petunjuk
dari orang lain / buku. Seperti anda melihat buah jeruk
sekejap saja, tentu jauh lebih paham daripada
bervolume2 buku penjelasan tentang jeruk tanpa
pernah melihatnya. Itulah yang saya maksudkan
sebagai "Jadilah cahaya bagi dirimu sendiri". Yang
mana artinya adalah direct understanding
(pemahaman langsung) tentang segala fenomena
(Note : fenomena = dharma (sanskrit); non-
phenomena = adharma).
Tetapi saya tahu, beberapa di antara saudara pasti
protes dengan menuduh saya bahwa statement itu
berarti menuhankan diri atau bahkan
"atheis" (pandangan tiadanya Tuhan). Tunggu dulu!
Bagi seorang buta, maka apa yg disebut sebagai
"Tuhan" itu tiada lain hanyalah bayangan mental
intelektualnya sendiri. Tapi bukan Tuhan pada dirnya
sendiri (God as it is). Kebutaannya menghalanginya
untuk mendapatkan pemahaman langsung (jnana). Di
Islam kebutaan ini disebut 'hijab' atau tirai. Di sufism
disebut sebagai 'dinding jalal'. Tentu adalah absurd
untuk memerintahkan orang buta dapat melihat.
Sementara perintah itu tertulis turun temurun dalam
kitab sucinya. Sehingga pada akibatnya, yang terjadi
adalah seseorang hanya mendengar dari apa yg
dikatakan oleh pihak lain tentang melihat. Dan
kebutaannya menyebabkan dia beranggapan telah
melihat (padahal cuman mendengar dari pihak lain).
Oleh karena itu, sistem keorganisasian yg bersifat
hirarki. Menempatkan satu orang diatas orang lain
DALAM URUSANNYA DENGAN TUHAN (ini banyak yg
kepleset juga, lalu menuntut sama rasa sama rata.
Komunis donk?). Dimana pihak Ulama dianggap lebih
berhak mendikte apa yg dilakukan oleh orang di
bawahnya. Ini sendiri adalah hal yang dikritik oleh
semangat Alkitab (Bible) maupun ajaran2 yg bersifat
Dharmic (jangan bandingkan dengan kenyataannya di
lapangan yg tentu sudah mengalami dekadensi).
Tuhan hanya satu bagi seluruh bangsa. Dan tiap-tiap
insan manusia harus memiliki hubungan pribadinya
masing2 dengan Tuhannya langsung. Tanpa
perantara. Tidak melalui imam ataupun ulama. Imam
atau ulama hanyalah perangkat keorganisasian
duniawi, tapi tidak berhak mendikte kata hati orang.
Jadi dengan kata lain,....ideal ketauhidan (Echad /
ESA) barulah bisa tercapai apabila MASING-MASING
ORANG MAU MENJADI CAHAYA BAGI DIRINYA
SENDIRI. Yaitu manakala tiap hati mau mendengar /
melihat / membaca (Iqra) realitas yang digelar Tuhan
dihadapannya langsung. Kitab hanya sebagai alat
pandu, tapi GURUNYA adalah TUHAN LANGSUNG ke
HATI dan PIKIRANMU. Hubungan langung bahasa
Ibraninya adalah "Yashar". Dan Tuhan dalam bahasa
Ibraninya adalah "El". Maka setiap insan yang memiliki
hubungan langsung dengan Tuhannya dapat disebut
YasharEl atau lebih umum disebut YishraEl atau
Israel. Jadi, Israel bukanlah sekedar nama suku yg
tinggal di suatu wilayah Mediteran sana, melainkan
sebutan bagi kaum (dari bangsa-bangsa apa pun) yg
memiliki hubungan langsung dengan Tuhan!
Disinilah suatu kelucuan terjadi...banyak yg
menanyakan persoalan ini di inbox yg mengeherankan
mengapa banyak kemiripan atau minimal kesearahan
antara Kawruh Jawa dan ajaran Israel? Ada yg
menanyakan apakah zaman dulu terjadi migrasi dari
sana ke sini (atau sini ke sana)? Saya belum
menyelidiki karena pemuasan intelekutal semata
semacam itu sangat kecil manfaatnya. Tetapi melalui
penjelasan di atas tentu anda sudah bisa
menyimpulkan jawabannya : kesamaan / kemiripannya
jelas terjadi karena SAMA-SAMA MENEMPUH
HUBUNGAN LANGSUNG KE TUHAN! Yang kalau di
Nusantara ini rumusannya terungkap dalam istilah
BHINNEKA TUNGGAL IKA TAN HANA DHARMA
MANGRWA , yang kemudian di masa pasca
kemerdekaan NKRI dirumuskan dalam semangat
PANTJA SILA !
Demikian juga anda akan menemukan kesamaan
kemiripan pada tradisi2 di berbagai belahan bumi yg
lainnya! Fenomena (Dharma) itu dimana-mana sama.
Dari beberapa ratus ribu tahun yang lama, manusia
Homo Sapiens ini masih tetap menempati bumi yg
sama....live in one reality called EARTH ! (Entah kalau
ada dharma dari planet Klingon dimana kuda
makannya besi...haha)
Akan tetapi, bagi yang masih setengah matang atau
buram-buram belum mendapat keahlian langsung
untuk merealisasi hal ini secara langsung, maka
pengaruh akal pikiran (konsep) akan selalu menjadi
pengotor (pollutant) / pengganggu (distractor)
sehingga disini diperlukanlah suatu peran senioritas.
Disinilah sebenarnya letak dan peran mengapa para
Imam dan Ulama itu ada : kematangan hasi
realisasinya yg dibutuhkan. Dimana juga berfungsi
sebagai buffer, stabilisator dan pemersatu para
praktisi lain yg lebih yunior sekaligus intermediator
kepada kelompok diluarnya.
Meskipun demikian, melalui hubungan langsung
dengan Tuhan, maka sikap reflektif dan introspektif ini
akan memampukannya untuk --setidaknya secara
konseptual-- meraba-raba apa yang sejati dan apa
yang palsu. Termasuk apa 'kerendahan' maupun
'ketinggian' yang nyata. Dengan bekal sikap
introspektif dan kerendahan hati ini maka otomatis
akan tercipta suatu kemenyatuan (cohesiveness) yang
mengarah pada Unity. Jadi tanpa peran Imam secara
formal pun dalam setiap situasi sosial yang terdiri dari
beberapa orang yg berbeda-beda pun otomatis akan
bisa membentuk suatu kemenyatuannya
(cohesiveness) nya sendiri. Dan ini adalah dinamika
pengajaran Tuhan secara langsung dari DiaNya
sendiri.
Ini adalah posisi TENGAH antara ekstrim
individualisme dan ekstrim komunalisme.
Posisi TENGAH antara ekstrim kebebasan dan ekstrim
kekakuan hukum.
Posisi TENGAH antara ekstrim eternalisme dan
ekstrim nihilisme.
Oleh karena itu, kita bisa melihat mengapa bangsa
Israel sangat menghargai kebebasan individu tetapi
tetap kohesif sebagai sebuah kelompok yang sukses
melestarikan jatidiri leluhurnya dengan tetap mampu
mengadaptasikannya dengan kekinian modernitas.
Tetap cerah ceria tetapi tidak kebablasan. Tetap
penuh kasih dan nurture tetapi tidak menjadi lemah.
Tulus tapi tidak dungu (cerdik)......Walau tentu Sang
Penghasut (Setan) selalu berupaya untuk
menjatuhkan manusia sehingga menjadi batu
sandungan bagi yang lainnya. Maka jangan heran bila
pernyataan-pernyataan indah diatas selalu tidak
pernah ideal. Cacat-cela itu selalu akan ada selama
manusia belum menjadi utuh (integritas). Dan PUN
harus diingat bahwa bukan kecacatan yg harus
dihindari (secara paksaan / artifisial), melainkan suatu
keniscayaan sebuah proses pembentukan dari Sang
Illahi sendiri....untuk ku dan untuk mu belajar.
Semua yang saya jelaskan disini , sebetulnya
terangkum dalam syahadat ini :
SHEMA ISRAEL, ADONAI ELOHEINU, ADONAI ECHAD.
Terjemahan bebasnya gini :
SHEMA ISRAEL
Simak (Iqro) hai engkau yang memiliki hubungan
langsung dengan Tuhan
ADONAI ELOHEINU
Kata 'Adonai' digunakan untuk melisankan kata
'YHVH' yg tidak boleh disebut (maka ada perintah
"Jangan sebut nama Tuhanmu dengan sembarangan).
Kadang tidak digunakan kata 'Adonai', melainkan
'Hashem' (The Name) khususnya dari para yahudi yg
berasal dari negara2 tetangga timur tengah. 'Elohim"
juga nama Tuhan.
Jadi apa bedanya?
YHVH adalah transenden. Elohim adalah HaOlam ,
yang imanen.
Jadi ADONAI ELOHEINU artinya 'Yang Transende dan
Yang Imanen"...."Yang melampaui segala sesuatu
tetapi juga sekaligus hadir disini kini".
ADONAI ECHAD
'Adonai' spt penjelasan di atas
ECHAD itu artinya Maha Esa.
Dan manakala SETIAP orang dapat melihat secara
langsung, tahu tanpa berteori, menilai tanpa perlu
petunjuk orang lain / buku; maka itu adalah kondisi
yang ada pada Yerusalem Baru (New Jerusalem).
Yerusalem berasal dari bahasa Ugaritic : Ursalimmu
kemudian secara Greeka disebut Hiero Soluma. Hiero
artinya sacred dan Soluma (Shalom) artinya utuh /
whole / tamim. (Wahyu 21:1-7)
21 :11 Jerusalem turun dari langit // Apakah yang
dimaksud turun dari langit? Itulah yang kukatakan
padamu.
21:15 Tongkat pengukur. // Apakah tongkat pengukur
itu? Itulah yang kukatakan padamu.
21: 24 Dan tiap bangsa akan berjalan dalam
cahanaya // Apa maksudnya cahanya? Setiap bangsa?
21: 25 Dan pintu2 gerbangnya tidak akan ditutup.
Tidak ada lagi malam. // Semua bisa mengakses
kapan saja. Tidak ada lagi kegelapan batin.
22:5 Dan malam tidak ada lagi disana, dan mereka
tidak memerlukan cahaya lampu dan cahaya
matahari, sebab Tuhan Allah akan menerangi
mereka // Itulah yang kukatakan bahwa setiap orang
akan diterangi oleh cahaya Intelligence (Budhi) yang
telah menjadi terang dalam dirinya masing-masing
menjadi penuntun hidup masing2. Tidak perlu lagi
bantuan orang lain dan kitab (lampu dan matahari).
Persoalan memahami Revelasi ini adalah manakala
"ITU" dimatikan dalam sebuah sosok individu. Yang
akhirnya selalu menjadikan mencari diluaran. Menatap
langit dengan mata daging untuk menanti-nanti. Gagal
paham untuk mencari dengan mata batin menghadap
ke langit dalam. Gagal paham karena
"YHSh" (HaMoshiach) dalam PL dikooptasi secara
maknawiahnya. Jadi disini saya bicara Original
Messiach, bukan the simulacra ataupun the
simulation of Messiah.
Bagaiman caranya merealisasikan semua itu?
Self Inquiry. Mengenal diri. Mengenal diri bukan
berarti diri ini sebagai batu penjurunya, tapi mengenali
diri untuk mengenali yang palsu. Dengan demikian
melampaui. Saya maklum kalau dari kamus ego, kata
mengenali ini berhubungan dengan kata menguasai /
mendapat keuntungan. Seperti mengenali seorang
perempuan yg ditaksir artinya si ego ingin
memilikinya. Tetapi KASIH tidaklah seperti itu, karena
Kasih yg sejati mengenali untuk melampaui yg palsu
menggapai yg sejati 'dibelakang'nya (kualitas yg tak
terlihat). Maka dikatakan tidak ada pernah ada Kasih
yang terpisah (dipisahkan) dengan WISDOM (hikmat).
Dan bagaimana mencapai WISDOM? Tiada lain adalah
melalui mengenali sifat / nature dari batin itu sendiri
(khususnya pikiran), yg tiada lain hanya bisa diakses
langsung melalui : MEDITASI !
Melalui meditasi engkau akan mengenali siapa yang
selalu mengetuk-ketuk pintu hatimu melalui
kegalauan, kecemasan, kebimbangan, dsb. Siapa
yang terkadang memenuhi hati dan pikiranmu dengan
kepenuhan air kehidupan yang terang dan sejuk?
Carilah maka kau akan menemukan. Ketuklah maka
pintu akan dibukakan. Itulah artinya menjadi cahaya
bagi dirimu sendiri. Cahaya itu bukan kamu, tetapi
yang menyinari kamu. Menjadikan kamu hidup,
mampu mengenali rasa, pikir dan segala sesuatunya.
Kalau kalian tidak memiliki pengertian iman yang
paling mendasar ini...entahlah saya tidak tahu harus
berkata apa lagi.
Begitulah cukup yg perlu saya sampaikan dalam tema ini.
"Caesar Ibe : Tanpa agama pun, seseorang bisa yg
mengengenal TUHAN !!!
"Danz Suchamda : Inilah yg sesungguhnya. Tapi
manusia memang bebal, selalu mengulangi kesalahan
yg sama berkali-kali sepanjang zaman.
Mungkin akan ada yg membantah, "Ohh tidak betul
itu, zaman waktu itu juga ada Sanhedrin...dst dst".
Benar.
Tapi kita manusia selalu hanya mampu meniru
cangkang luarnya saja. Tidak memahami esensi
makna hakikatnya.
Institusi memang diperlukan.
Diperlukan untuk apa?
- untuk mengorganisir agar orang bisa belajar /
melatih diri secara optimal.
- mewadahi agar orang bisa saling asih-asah-asuh.
Tahu kepada siapa kalau hendak menimbah
pengetahuan / tauladan.
- mempreservasi (melestarikan) aset2 yg dalam bentu
material maupun non-material (budaya, oral teaching,
dsb).
Tetapi, semua itu hanyalah PRASARANA.
Seringkali manusia terjatuh menjadikan institusi itu
TUJUAN. Itu artinya pemberhalaan. Penyekutuan sang
Khalik dengan yg bukan, karena sudah memutakkan
yang tidak mutlak.
Kedua,
Apakah struktur penempatan personel2nya sudah
memenuhi persyaratan : bahwa yang diatas adalah
yang lebih bijak dan tercerahkan batinnya? Tanpa itu
hanya akan terjadi fenomena si buta menuntun oang
buta.
Ketiga,
Apakah institusi itu menjadi penghalang , atau
mewakili, atau mengkooptasi bahkan memanipulasi
hati nurani masing-masing insan yang mendapat
pengajaran langsung dari Tuhannya?
Ilustrasi visualisasi dengan simbolisme
"PENGGEMBALAAN" itu sudah tepat. Karena
menggembalakan artinya berbeda dengan
mengandangi atau merantai atau membelenggu!
Dalam penggembalaan tidak ada pemaksaan,
ancaman, penakut2an apalagi kekerasan (fisik,
verbal, maupun psikologis/sosiologis).
Penggembalaan artinya hanya memantau dan
memperhatikan dari kejauhan dengan sikap sigap
untuk segera MENOLONG jika diperlukan oleh domba-
domba yang dibiarkan bebas di ladang kehidupan
untuk mencari / memilih makanannya sendiri. Domba-
domba itu akan belajar dari pengalamannya sendiri
melalui cahaya Hidup yang ada di dalamnya.
Keempat,
Seorang penggembala yang baik tentu akan bertemu
dengan penggembala2 lainnya di padang yg luas.
Manakala ia melihat seekor domba gembala lain yang
terjatuh ke dalam juram sempit diluar sepengetahuan
penggembalanya, maka ia tak segan menolongnya
keluar dari jepitan batu. Tetapi ia akan
membiarkannya kembali ke kawanannya, bukan
membawanya pulang ke kandang menjadi miliknya
sendiri. Itu namanya mencuri!
Rahayu!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Simulacra & Perversion

  Primordial Nature Home JUN 3 Simulacra and Perversion SIMULACRA & PERVERSION Kesehatan mental itu hanya bisa didapat bila berada dalam...