Danz Suchamda.
Istilah teknis term spiritualnya : self-sufficiency atau
aloneness. Bedakan antara aloneness dengan lonely
ya. Lonely itu misery (merana), tetapi aloneness itu
bahagia.
Bule-bule itu kalian pikir begini untuk nyari susah
dalam hidup? atau apa?
Zaman sekarang, freedom itu suatu kemewahan!
Kemewahan bukan karena kita tidak memilikinya,
tetapi karena kita selama ini telah membuang harta
azasi yang dimiliki oleh umat manusia. Karena selama
ini manusia telah LUPA dan MEREMEHKAN hal itu.
Sampai pada suatu titik dimana dunia mencapai titik
kritisnya masa kini, baru mereka mulai SADAR.
Dengan menyendiri itu, sebenarnya mereka juga
MENYELIDIKI...bagaimana cara hidup yang baru
(environmental-awareness for sustainable way of life
for the next stage of human evolution). Atau
setidaknya menyelidiki bagaimana hidup terlepas dari
ketergantungan jerat laba-laba modernitas, terutama :
uang.
http://www.becomingminimalist.com/the-man-who-
quit-money-an-interview-with-daniel-suelo/
Hidup manusia modern dikejar oleh rasa takut dan
angan-angannya sendiri. Sehingga tidak pernah
berhenti barang sejenak pun untuk menyadari telah
berdiri dalam pondasi yang goyah. Pengejaran
semakin menuntut kompetisi dan percepatan yang
semakin tidak manusiawi. Sadarkah anda, bahwa hidp
kalau tidak dikejar angan-angan itu sebenarnya
nyaman? Siapa yang menyuruh anda selama ini
mbulet sehingga akhirnya kusut sendiri? Hehehe
Saya sudah mengingatkan ini semenjak awal dimana
saya mulai melihat persoalan ini secara definitive
(2008).
http://primordialnature.blogspot.co.id/2008/03/
lepaskan-rantai-yang-membelenggumu.html
Tresna Wisnu Wardhana : Waduh..saya juga masih
terjerat tuh ma jaring laba-laba terutama yg namanya
UANG..hhh saya nyeletuk jika saja konsep hidup
adalah kebersamaan..menjalankan segala hal atas
dasar keahlian dan kesadarannya..lantas ditiadakan
yg namanya uang..menurut saya hidup masih tetap
bisa berjalan da tuh..hhh tapi eh malah
diketawain..tpi ga pa lah..namanya juga fikiran
nyleneh..wkkk
Danz Suchamda : Hmmmmm.....kebersamaan?
Ini hal lain lagi yg ingin saya kritik terhadap salah
kaprah pada bangsa kita ini. "Kebersamaan" seringkali
ditafsirkan sebagai hidup himpit-himpitan bau ketek.
Yang tak perlu menunggu lama lalu kotak sempit
'kebersamaan' itu menjadi menyengat aroma bau
politik tengik.
NO !
Kebersamaan itu tidak harus diartikan secara fisik.
Tetapi lebih merupakan suatu sikap batin yang
mampu sharing. Sharing tetapi sekaligus memberi
RUANG KEBEBASAN (private space) pada masing2
individunya. Tidak saling memaksa atau
menginterferensi!
Lihat bagaimana kenyataan hidup di perkampungan
kumuh ibukota dimana begitu buka mata bangun pagi
harus sudah naik darah dan adu keras kepala dengan
tetangga? Sudah pulang kerja kecapaian, baru dapat
tidur malam2 karena house musik alay sebelah yang
bangun 'pagi'nya jam 10 malam? Ehh,..baru sejenak
terlelap sudah dibangunkan suarat TOA yang lebih
ahoy daripada speaker diskotik? Belum lagi ditambah
teriakan2 amarah tetangga akibat urusan parkir yg
kurang mepet sehingga bikin macet? Apakah
kesehatan mental anda dapat terus dipertahankan
dalam sikon semacam itu??
Bahkan keheningan alami di pedesaan sekarang pun
sudah mulai terancam oleh bisingnya suara dangdut
koplo yang disetel dengan speaker mega-bomb di
tengah siang hari bolong. Saya tidak tahu apakah
penghuninya tidak pergi bekerja, ataukah karena
ortunya bekerja maka anaknya berkonaks ria?
Entahlah tapi saya merasa itu adalah suatu
kekonyolan dari modernisasi yang salah arah : gadget
modern tapi mental masih primitif. Akibatnya ya
Kumpul Kebo dalam artian sebenarnya. Dugem
konaks dengan para kebo yang bengong di
kandangnya (karena suara menguaknya sekarang
kalah menarik dan kalah keras dengan stereo-set
aduhai-berisik).
Lihatlah betapa ironinya mereka yang di desa
merasakan ketidakpuasan hidup lalu berbondong-
bondong urbanisasi ke kota tanpa bekal pengetahuan
dan kemampuan yang cukup. Akibatnya sama saja
bagai mencari belenggu penjaranya sendiri dengan
menggadaikan kebebasan hidup damainya di desa.
Lihatlah pula bagaimana pemerintah di masa lalu
menggalakan transmigrasi dan berbagai macam
upaya mengatasi urbanisasi tetapi tanpa hasil yang
efektif? Mengapa?
Saya jawab : Ya karena masyarakat kita tidak dibekali
dengan cara pandang dan pengertian yang memadai
tentang makna sesungguhnya hidup. Fenomena
urbanisasi, materialisme, dsb itu kan HANYA
MERUPAKAN BUAH dari CARA PANDANG dan POLA
PIKIR yang diagem masyarakatnya. Maka hanya
mengatasi gejala tanpa memahami AKARnya adalah
suatu perbuatan sia-sia (pemborosan dana anggaran)
.
Apakah mungkin meninggalkan modernitas?
Bagaimana dengan penyakit2 yg membutuhkan
obat2an mutakhir dengan peralatan kedokteran yg
canggih?
Coba selidikilah bagaimana kehidupan suku-suku
pedalaman yg masih pristine? Adakah penyakit2
modern yg kita alami diderita oleh mereka?
Penjelasan dari Dr.Bergman ini menjawab keheranan
kita :
https://www.youtube.com/watch?v=p3V3TITSDxc
Anda mungkin menganggap pandangan saya ini
adalah bersifat Utopian (ideal yg tak mungkin
tercapai).
Saya jawab : TIDAK !
Isue ini bukan sekedar mengambang di awang-awang,
tetapi adalah study dari REAL WORLD dari berbagai
belahan dunia. Apakah anda pernah mendengar
bahwa kemakmuran suatu negeri tidak lagi semata
diukur dari index GNP (Gross National Products/
Pendapat Domestik Bruto) melainkan dari GNH (Gross
National Happiness / Tingkat Kebahagiaan Nasional)?
Bhutan adalah negeri pilot project itu. Bhutan dikenal
sebagai negeri yang penduduknya paling bahagia di
atas bumi ini. Berdasar survey statistik, bukan klaim
cocology agamis.
https://www.oneworldeducation.org/bhutan-worlds-
happiest-country
Apa point-point penting yang membuat Bhutan
menjadi negeri yang penduduknya paling berbahagia
saat ini?
1. Memanage hal spiritual dan material secara
seimbang.
2. Mereka tidak terobsesi dengan modernitas.
3. Mereka melestarikan jati diri dan budaya mereka.
4. Peduli dengan lingkungan hidup. 50% dari arealnya
dipertahankan sebagai Cagar Alam
5. Mereka mengukur kebahagiaan bukan dari ukuran
luar.
6. Pemimpinnya dekat dengan rakyat. Jarak
kesenjangan antara yang diatas dan dibawah tidak
besar.
7. Mengambil cara hidup sesuai dengan Dharma ( =
fenonmena, natural law, kasunyatan).
8. Budaya yang mengajarkan bahwa kualitas sejati
yang di dalam lebih berarti daripada kualitas semu
dangkal dari apa yang tampak di permukaan.
Ingat! Bhutan adalah negeri kontinental di lereng
gunung Himalaya yang berbatu. Nusantara jauh lebih
kaya dan subur. Negeri ini dulu pernah menjadi negeri
yang berbahagia gemah ripah loh jinawi. Kenapa
sekarang menjadi negeri yang didera oleh penderitaan
bahkan menjadi salah satu negeri yang indeks
pengidap gangguan kejiwaan yang tertinggi? Sangat
menyedihkan sekali.
Bahkan seorang bekas presidennya, orang yang no.1
paling berkuasa di negeri ini pun mengeluh merasa
pihak yang paling dizholimi. Sungguh menyedihkan!
Adakah angkatan kita sekarang ini mau segera sadar
dan menata ulang mindset, cara pandangan dan cara
hidup kita saat ini sehingga dapat menyelamatkan
generasi anak cucu kita kelak? Ataukah kita bersikeras
dengan kebebalan kita untuk menghancurkan masa
depan mereka? Ingat! ketika berurusan dengan alam,
tidak ada jalan mundur! Menoleh ke belakang
menyesali tiada guna. Penyesalan hanya menjadikan
jiwa anda patung garam. Salah-salah malah
terjerumus makin dalam karena batin yang semakin
sakit. Batin yang sakit akan membayangkan masalah
secara keliru dan sudah pasti cenderung memilih
solusi yang keliru pula.
Ingat! kita memiliki sumber daya alam dan aset local
wisdom dalam bentuk budaya maupun tradisi yang
jauh lebih dulu daripada yang di Bhutan. Mengapa kita
melupakan ini? Sudah selayaknyalah pemerintah
memperhatikan hal ini : tidak untuk mengejar
modernitas ala Barat yang kini mereka sendiri sedang
berusaha meninggalkannya. Tetapi galilah potensi dan
kapabilitas leluhur kita ini agar bangsa Indonesia bisa
melakukan lompatan ke depan. Loncat satu langkah
di depan mereka bule-bule itu! Bukan menjadi konyol
karena turut tersesat akibat mengekor yg salah!
Sehatkan cara pandangmu dan wawasan
pengetahuanmu menjadi akurat terlebih dahulu. Ingat!
Batin yang sakit akan membayangkan masalah
secara keliru dan sudah pasti cenderung memilih
solusi yang keliru pula.
Rahayu!
Ini adalah Blog Pribadi Segala resiko menjadi tanggung jawab pribadi masing-masing. Semoga Semua Mahluk Berbahagia Rahayu!!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Simulacra & Perversion
Primordial Nature Home JUN 3 Simulacra and Perversion SIMULACRA & PERVERSION Kesehatan mental itu hanya bisa didapat bila berada dalam...
-
Muhammad Nurul Banan, KARAKTER ORANG LAIN SEBAGAI SUMBER KEREZEKIAN Beberapa bulan lalu saya menaikan daya listrik rumah saya, menjadi 38...
-
Danz Suchamda, MEDITASI BUKAN BERARTI SEKEDAR TEKNIK Meditasi adalah suatu keadaan menjaga kesadaran dan perhatian secara terus m...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar