Minggu, 20 November 2016

FENOMENA ALAM DONALD TRUMP

Muhammad Nurul Banan, Ketika pusat Bumi, Kutub Utara, menarik kuat jarum kompas, secara berimbang, Kutub Selatan menyeimbangkannya. Ketika Anda memasukan benda ke dalam air, secara berimbang air bereaksi menyeimbangkan dirinya, air tumpah dengan volume sama dengan berat jenis benda yang dimasukkan ke dalam air. Dan seterusnya, semesta selalu berpola seimbang. Karena ini ketika banjir bandang Nabi Nuh A.S. meluluhlantakkan kaum penentang Tuhan, semesta lantas menumbuhkan dan membesarkan Kaisar Nimrod (Namrūdz) yang punya misi "menantang Tuhannya Nuh" yang telah memusnahkan nenek moyangnya. Dibangunlah menara Babel yang mencakar langit sebagai bentuk tantangan Nimrod pada Tuhan. Tidak tanggung-tanggung, keangkaramurkaan Nimrod lakukan untuk menentang Tuhannya Nuh, hidup tanpa etika dan aturan moral menjadi acuannya, dia ngamuk kepada Tuhan. Nimrod makin menjadi, semesta lantas menumbuhbesarkan Ibrahim A.S. sebagai versus Nimrod dan penerus kerisalahan spiritual Nuh A.S. Ibrahim bukan tokoh politik, bukan tokoh militer, bukan penguasa, bukan pula orang kaya raya. Apa kekuatannya untuk menentang Nimrod? Bagi Nimrod, melenyapkan Ibrahim semudah membunuh nyamuk. Tinggal tangkap, jerat tali, lempar ke alun-alun api, selesai. Namun semesta yang sedang menyadari dirinya perlu penyeimbang, dia tidak berkenan runtuh begitu saja. Segera alun-alun api untuk membantai Ibrahim dijadikan bardan wa salāman (dingin dan menyelamatkan). Tanpa kekuatan politik, kekuatan militer, kekuatan kekuasaan, kekuatan harta benda, enteng-enteng saja bagi semesta mencipta fenomena alam di luar kekuatan manusia, demi keseimbangan dirinya. Ketika negara-negara dunia terjebak dalam Perang Dunia II, dengan kesederhanaan riset ilmiah, semesta mengajarkan rumus E=MC². Si penemu rumus, Albert Einstein, sesudah Jerman mengalami kekalahan pada Perang Dunia I, Einstein makin getol mendesak presiden Roosevelt untuk menghentikan ‘The Manhattan Project’, yakni proyek pengembangan nuklir, tetapi usahanya tidak pernah berhasil. Bahkan, pemerintah Amerika mulai menciptakan bom atom. Harry Truman diangkat menjadi Presiden setelah Roosevelt wafat. Waktu itu Perang Dunia ke-2 sedang berkecamuk. Serangan Jepang di Pearl Harbour sepertinya membuat emosi presiden Truman makin memuncak, dia pun memutuskan untuk melemahkan kekuatan Jepang dengan menggunakan bom atom. Keputusan presiden Truman ini cukup mengejutkan dunia. Bayangkan, Albert Einsten tidak pernah menginginkan rumus E=MC² dikembangkan sebagai alat membunuh, usai Perang Dunia I dia berupaya keras mencegah pengembangan nuklir A.S., bahkan seusai Hiroshima dan Nagasaki diluluhlantakkan bom atom A.S., Einstein lah orang yang paling menyesali temuannya sendiri. Tetapi semesta berkehendak lain, kehendak semesta bukan kehendak Einstein. Semesta harus menyeimbangkan dirinya, dan meledaklah bom atom di Hiroshima dan Nagasakti. Hanya dengan rumus E=MC² semesta menyeimbangkan dirinya dari huru-hara Perang Dunia II. Termasuk NKRI merdeka dari jajahan Jepang lantaran rumus E=MC² ini. Saat gerakan Islam intoleran muncul, segera semesta memunculkan Islam liberal. Saat di Eropa, agama dengan misi Tuhan berkuasa dan mengendalikan semua sistem kehidupan, dari urusan WC sampai urusan kenegaraan, segera semesta memunculkan gerakan anti Tuhan (ateis). Dan terus seperti itu. Dan Anda tercengang-cengang, bagaimana bisa Donald Trump, tokoh yang kabarnya rasis, hedonis, fulgar dan antagonis, bisa diangkat oleh semesta sebagai Presiden A.S. yang artinya sosok Trump akan memimpin kebijaksanaan dunia? Bayangan dalam benak saya sendiri menjadi kacau dan tertawa sendiri ketika membayangkan istri Trump, "Kok bisa ya karakter Maria Ozawa jadi ibu negara?" Semesta mengangkat Trump sebenarnya cara semesta mengambil keseimbangan dirinya. Di dunia belahan Timur, khususnya Timur Tengah, rasa anti non muslim sedang begitu kuat, rasa intoleran sedang sangat kencang, muncul para penyembelih leher manusia dengan mengambil tema "jihad". Banyak asumsi berkomentar konflik SARA yang berkecemuk di Timur Tengah didalangi A.S. sendiri, dan mungkin ada benarnya, tetapi yang dicatat semesta adalah rasa hati manusianya. Karena konflik-konflik SARA tersebut, rasa hati manusia di sana selalu mengunggah rasa rasis, termasuk rasa anti terhadap non muslim. Belum lagi konflik bangsa Arab dengan Israel, konflik kedua suku keturunan Ibrahim A.S. juga sangat kuat menyokong rasa anti muslim dan anti non muslim. Makin hari rasa rasis itu makin mengoyak-oyak keseimbangan semesta. Dan akhirnya semesta bertindak menyeimbangkan dirinya, Donald Trump yang terkenal tokoh "anti Islam" dengan sangat mengejutkan menjadi Presiden A.S. Hal yang oleh warga A.S. sendiri sukar dipercaya, karena ini demonstrasi menolak hasil pemilu A.S. terjadi di berbagai wilayah A.S. Tidak nalar dan tidak terduga, Trump menang, persis seperti Nimrod yang menyangka kalau alun-alun api yang dia sediakan untuk Ibrahim akan mampu menghancurkan tubuh Ibrahim hingga ke sel terkecilnya, tetapi ternyata apinya dingin. Persis seperti rumus E=MC² yang ternyata bisa menghentikan kisruh Perang Dunia II, walaupun disangka oleh penemu rumusnya sebagai tehnologi pembunuh manusia paling mengerikan, tetapi ternyata dari rumus E=MC² itu semesta mengharmonikam dirinya. Perang berakhir. Kemenangan Donald Trump bukan sekedar ancaman bagi muslim, tetapi ancaman bagi dunia, tapi semesta bertindak memenangkan Trump karena semesta harus menetralisir dirinya dari getaran "anti non muslim" dengan memasang "anti muslim". Imbang. Tinggal kita di NKRI seperti dalam kasus Ahok sekarang ini. Ketika demontrasi pertama, saya masih sangat mendukung, karena biar si pelaku tahu kalau Islam itu berwibawa, tidak bisa disembrononi. Hasilnya si pelaku meminta maaf dan polisi siap memroses. Belum lagi ada efek hasil, eeh muncul demonstrasi kedua, eeh kabarnya akan muncul lagi demontrasi ketiga, 25 November. Ini sudah bukan bela Islam, tapi sebaliknya, merendahkan martabat muslim. Si pelaku penistaan ayat jelas orang goblok tidak ketolong (jahlul murakkab) jika dia yang sedang mencalonkan diri jadi pemimpin di tengah mayoritas muslim sengaja-sengaja melecehkan ayat agung kehormatan muslim, kalau ini disengaja jelas hanya orang goblok yang melakukan. Ditambah si pelaku sudah meminta maaf berkali-kali dan polisi sudah memroses hukum. Jadi alasan apalagi? Mau diterus-teruskan diskriminatif dengan alasan # bela ini dan itu, atau mau menahan diri, itu terserah Anda. Tetapi Donald Trump sudah dimunculkan oleh semesta, makin kuat rasa diskriminatif Anda terhadap SARA, maka Anda makin mengokohkam Trump sebagai pemimpin dunia.Yang padahal semesta ini bekerjanya ditentukan oleh rasa hati Anda.[]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Simulacra & Perversion

  Primordial Nature Home JUN 3 Simulacra and Perversion SIMULACRA & PERVERSION Kesehatan mental itu hanya bisa didapat bila berada dalam...