Kamis, 24 November 2016

MASUKNYA ISLAM KE TURKI (BIZANTIUM)

MASUKNYA ISLAM KE TURKI (BIZANTIUM)
http://www.historyofjihad.org/byzan...

Sementara Persia berhasil dikalahkan, pasukan muslim melanjutkan  perhatian ke musuh lawas Persia; kaum Bizantin Kristen. (634-1453)
Pertempuran Heiromyak (Al Yarmuk)
📷 Pada pertempuran di sungai Yarmuk antara Arab dan Bizantin, Arab kalah  dalam bagian perang pada tahap pertama. Saat kemenangan hampir dekat  bagi pihak Bizantin, Arab berganti taktik dan memanfaatkan kontingen  wanita yang membabi buta menyerang pasukan Bizantin sambil berteriak2  histeris. Karena tidak terbiasa menghadapi musuh wanita, tentara Bizantin bingung, apalagi saat jendral mereka memerintahkan agar pasukan  tidak menyerang wanita dan sebaiknya mengundurkan diri.
Ketika Muslim melihat bahwa taktik ini berhasil, mereka mengirimkan  tentara Arab yang mengenakan pakaian wanita agar menyerang Bizantin.  Salah seorang jendral Arab, Khalid-ibn-Walid, juga berpura2 sebagai  wanita, mendekati dan menyerang sang Jendral Bizantin, Harbis,  mematahkan tulang rusuknya dan membunuhnya. Dengan matinya jendral  mereka, tentara Bizantin kehilangan pemimpin dan perang mulai dimenangkan pihak Arab. Inilah caranya mereka memenangkan perang Yarmuk.
Pertempuran Caesarea, Babylon (kota Bizantin Mesir), dan Alexandria
Taktik lain yang digunakan tentara2 Allah adalah dengan menyuap para  penyapu jalan. Mereka itu memberitahu Muslim dimana letak saluran2 bawah  tanah agar bisa dimasuki di malam hari, membuka gerbang dan menyerang  kota itu. Taktik ini digunakan di Babylon (kota Bizantin Mesir, bukan di  Mesopotamia). Kota dengan tembok2 setinggi 10 meter dengan menara2 tinggi yang sempat bertahan selama lebih dari 8 bulan, akhirnya  diinfiltrasi Muslim secara licik dan berakhir dengan pembantaian setiap  penduduknya, sampai tidak lagi ada yang tersisa.
Taktik pengikut Allah ini juga diterapkan di Caesarea, kota sibuk dengan  lebih dari 300 jalanan sibuk. Kota ini merupakan kota pelabuhan, jadi  serangan tidak bisa dilakukan dari bagian laut yang menghadap kota itu.  Lagi2 pihak Arab menyuap para tukang sapu dan meng-infiltrasi lewat got2 kota itu. Ini menunjukkan bahwa Arab Muslim menghalalkan segala cara,  termasuk merendahkan derajad mereka sedemikian rupa, demi kemenangan  yang dibantu Allah.
Begitu pasukan Muslim menyerang kota Caesarea, mereka tidak hanya  membantai semua tentara, tetapi memenggali kepala mereka, dan untuk  menakut2i kaum wanita, mereka membelah dada tentara, mencabut jantung  dan segala isi tubuh mereka yang kemudian dipertontonkan di jalanan.
Kebiadaban ini begitu membekas di ingatan kaum Bizantin Kristen selama  berabad2. Saat perang salib membalas invasi Muslim pada abad 11 (1096-  1291M), para crusader membalas kekejaman Muslim dengan membakar tubuh  tawanan dan bak kambing guling memakan daging Muslim saat tentara kekurangan suplai makanan.
Bagaimana Bizantin bertahan selama 8 abad sementara Persia jatuh di tangan Muslim dalam 17 tahun
Arab menyerang Konstantinopel dua kali, pada tahun 674 dan 717, namun  kota itu berhasil dipertahankan dengan senjata baru bernama Greek Fire,  Api Yunani. Ini adalah cairan panas yang mengakibatkan luka2 bakar  menyakitkan bagi mereka yang dijadikan sasaran. Ini sama dengan senjata napalm jaman sekarang. Pihak Bizantin menggunakan senjata ini melawan  invasi Arab pada tahun 674-678 dan 717-718. Pihak Arab mencoba keras  untuk mempelajari rahasia Api Yunani itu tetapi tidak berhasil. Karena  senjata ini, lebih dari 300.000 Arab yang menyerang Konstantinopel, dan  hanya 20.000 yang kembali. Yang lainnya tewas akibat Api Yunani.
Bizantin juga berhasil membendung serangan Muslim di Cilicia di Turki Tenggara. Muslim2 Arab akhirnya memutuskan untuk mengambil rute laut dan menyerang pulau Rhodes dan menghancurkan patung raksasa Rhodes (patung  yang didirikan orang Yunani jaman dulu). Masih ingat Taleban  menghancurkan patung Budha Bameyan ? Persis sama kejadiannya !
Tongkat Jihad di-oper ke kaum Turki Seljuk
Jihad Arab kemudian patah semangat ketika pada tahun 732 di Poiters  (Perancis) mereka dikalahkan kaum Franks. Serangan Arab berhenti pada  pertengahan abad ke 8, ketika sesama kalif saling cekcok karena perbedaan shiah-sunni.
Jihad kemudian dimulai lagi pada abad ke 11 dengan diserahkannya tongkat  jihad kepada Turki Seljuk. Mereka menganut kepercayaan animisme dengan  campuran Zoroastrian sebelum di-Islamisasi oleh Persia (yang juga di-Islamisasi) antara thn 651 dan 751.
Ketika orang Persia yang di-Islamisasi itu menyerang Turki, muncullah  nama seorang pendekar bernama Abu Muslim. Ia lahir dari orang tua  Zoroastrian dan ia berpura2 memeluk Islam karena ingin balas dendam terhadap penjajah Muslim di Persia. Selain pura2 sebagai muslim, ia juga  menyerang bangsa non-Muslim Turki dan malah memaksa mereka memeluk  Islam. Langkah berikutnya adalah melakukan kudeta terhadap kalifah  Abbasid di Baghdad. Tetapi ia difitnah oleh teman2 terdekatnya dan sang  kalif memberi perintah agar ia disiksa sampai mati.
Pertempuran Manzikert antara Bizantin dan Turki Seljuk
Pemeluk baru Islam ini mencampurkan keberingasan alami mereka dengan fanatisme Islam. Terbentuklah kombinasi maut. Kalau Arab gagal merebut Konstantinopel dengan mendobrak pagar Cilicia, kaum Turki Seljuk dengan  pelan tapi pasti menggrogoti pinggir2 utara Bizantin di Armenia. Disana  mereka memporakporandakan penduduk Kristen Armenia. Tirani berdarah  Turki terhadap Armenia terulang kembali dalam abad berikutnya dan Turki  tidak henti2nya menikmati pembantaian masal penduduk sipil.
Kawasan Caucasus (atau Kavkaz) ini bertubi2 menjadi garis depan tempat berlangsungnya bentrokan peradaban sejak saat itu sampai sekarang.  Beslan di Russia bagian Ossetia, dimana anak2 sekolah dibantai teroris  Muslim, tidak jauh dari Manzikert, tempat utama bentrokan antara Muslim-Kristen di tahun 1071.
Kaisar Bizantin ketika itu adalah Romanus IV Diogenes. Ia menduduki  tahta tahun 1068. Seperti biasanya, terdapat banyak komplotan kekuasaan  di Bizantin. Ini semakin nampak karena selama 400 tahun dari 640-1068, kaum Bizantin memperkuat angkatan bersenjata mereka dengan menyewa tentara2 bayaran dari kaum Franks, Ostrogoths, Visigoths, Bulgar, Avar  dan masyarakat2 Kristen lainnya ditambah dengan kaum Latin yang selalu  merupakan lobby kuat di Konstantinopel. Tentara2 bayaran ini digunakan  untuk menangani serangan Arab, tetapi dalam masa damai mereka menjadi  lobby2 kuat dalam politik dalam negeri Bizantin. Untuk menjaga keseimbangan politik, beberapa raja daerah bagian Bizantin mengikutkan  dalam kontingen mereka tentara cadangan berupa orang2 Seljuk Turki.  Keputusan ini terbukti membawa celaka kepada Bizantin di Manzikert.
Romanus membagi pasukannya menjadi dua. Ia memimpin yang satu dan yang  lainnya dipimpin oleh Joseph Tarchaniotes, orang keturunan Turki (!!)  yang secara rahasia memeluk Islam, kepercayaan yang dianut kebanyakan  rakyatnya – kaum Seljuk Turki. Tarchaniotes mengkomando kontingen tentara bayaran terbesar, kaum Cuman Turki. Romanus merebut kembali  kota2 yang dijajah kaum Seljuk Turki yang akhirnya berpuncak kepada  Pertempuran Manzikert.
Jendral tentara pihak Islam (pihak Seljuk Turki) adalah Alp Arslan yang  bermarkas di dekat Manzikert. Romanus menunggu jendralnya (Si Joseph  yang Turki dan Muslim itu) untuk menyerang markas Turki milik Alp Arslan  itu. Tapi sang jendral Joseph Bizantin itu membelot ke pihak musuh  bersama dengan pasukannya. Seperti juga pembelotan tentara Persia pada  Pertempuran Qadissiyah antara Sassanid dengan Arab Muslim, ini sekali  lagi membuktikan bahwa tentara Muslim tidak akan setia pada atasan yang non muslim.
Dan kemenangan muslim lagi2 dicapai dgn kecurangan. Saat matahari  terbenam, kedua pasukan menarik diri setelah seharian bertempur. Pihak  Turki membunyikan trompet mereka, menandakan pengakhiran sementara  pertempuran. Namun etika pertempuran ini tidak diperhatikan Turki. Saat  tentara Bizantin mengundurkan diri ke markas mereka untuk beristirahat,  Turki menyerang mereka. Dan sebelum lonceng menandakan pukul 12 malam,  Romanus sudah menjadi tawanan Alp Arslan.
Jendral Turki ini berjanji untuk melepaskan sang raja itu jika ia  mengembalikan kepada Turki tanah2 Bizantin yang direbut Turki. Sang raja  tidak memiliki pilihan lain dan terpaksa menarik tentaranya dari  seluruh kawasan Anatolia sampai Konstantinopel. Ia hanya meminta agar  Alp Arslan berjanji bahwa pihak Seljuk Turki tidak akan mengganggu  penduduk sipil Bizantin. Romanus-pun kembali ke Konstantinopel sambil  yakin bahwa Alp Arslan tidak akan mengancam perbatasan timur kekuasaannya.
Perjanjian antara Alp Arslan dengan Romanus ini menjadikan tanah  Bizantin, Anatolia, sebagai wilayah Turki yang kemudian dikenal sebagai  Turkestan (tanah orang Turki) atau Turki. Karena tidak lagi menghadapi  tantangan akan infiltrasinya kedalam Anatolia yang Kristen, dalam beberapa dekade mereka berhasil merebut kekuasaan Anatolia dari  Bizantin, dan mendekati Konstantinopel dari selat Bosporus. Merekalah  yang sekarang berkuasa atas rute para peziarah Kristen lewat Anatolia ke  Tanah Suci Yerusalem. Dan bisa ditebak, mulai lagi cerita2 teror Turki  terhadap para peziarah Kristen. Berita ini sampai ke raja2 Eropa,  bersama dengan permintaan bantuan para raja Bizantin dan mulailah  perjuangan Kristen merebut kembali Bizantin dan Tanah Suci dari penjajah  Muslim. Inilah asal mula Perang Salib yang dimulai pada tahun 1096 (dan berlanjut sampai 1291). Secara tidak langsung ini merupakan akibat  Pertempuran Manzikert tahun 1071.
Pelajaran dari Pertempuran Manzikert dan jatuhnya Konstantinopel (1453)
http://www.historyofjihad.org/turke...
Bysantium berhasil merebut kembali Antioch, Damascus, Jerusalem,  Bethlehem, Nazareth dari tangan Muslim dan menyerahkannya kepada pemilik  asli, Bizantin. Tapi kemudian di tahun 1184, para Salibis dikalahkan  oleh orang Kurdi dan sekutu Turki bernama Saladin. Tetapi para Salibis  masih bertahan sampai Konstantinopel pada tahun 1291 sampai pertengahan  abad 14 dimana Turki dibawah dinasti Ottoman secara bertahap mendorong mundur Salibi. Serangan Muslin terhadap Bizantin berikutnya terhadap Konstantinopel terjadi tahun 1350 dan kemudian pada tahun 1453, saat  Turki merebut Konstantinopel dan mengakhiri kerajaan Bizantin.
Sejarah: Pembantaian oleh Khalifah TURKI
http://www.debate.org.uk/topics/his...
📷 Memanglah sudah menjadi tujuan bagi muslim untuk membangun kembali  Khalifah yang dihapuskan oleh Kemal Ataturk pada 1924. Dalam konteks  yang modern, ini berkaitan dengan cita2 para tokoh utama Islam untuk  membentuk sebuah kekuasaan hegemoni Islam yang global dan bersatu (Daulah Islamiah). Tentu saja tidak bisa terhindarkan apabila dalam  wilayah yang sangat luas itu akan ada beragam kaum minoritas agama lain.  Muslim selalu ngotot menyatakan bahwa masyarakat non-muslim selalu  diperlakukan dengan adil dan hormat oleh para pemimpin Muslim sejati.  Oleh karena itu tulisan ini akan menyelidiki apakah klaim muslim  tersebut benar demikian berdasar bukti2 sejarah Islam.
Karena di bawah kekuasaan Ottoman (Turki)-lah sebuah negara Islam sampai  mencakup wilayah yang berpenghuni banyak orang non-muslimnya, dan  sesungguhnya juga menjajah wilayah yang sangat besar di Eropa, kita akan  membatasi tulisan ini kepada beberapa kejadian-kejadian penting dalam  sejarahnya, khususnya setelah Khalifah terakhir dipegang oleh bangsa Ottoman Turki. Titik berat studi ini adalah untuk menyelidiki  pembantaian-pembantaian yang dilakukan oleh Khalifah Ottoman Turki.  Tujuan kita adalah pembuktian, jika memang hak asasi manusia yang paling  mendasar, yakni hak untuk hidup, dengan seringnya dilanggar oleh Khalifah Turki, maka kaum Muslim yang ingin menghidupkan kembali  Khalifah dan menggembar-gemborkan bahwa non-Muslim itu hidupnya damai  sejahtera diperlakukan manusiawi di bawah kekuasaan Islam, mestinya  mempunyai penjelasan yang lebih baik dari sekedar mengibuli.
1. Timbulnya Ottoman Turki dan Penaklukan Konstantinopolis (Istanbul sekarang)
Kaum Turki Osmanli atau Ottoman muncul sebagai sebuah kekuatan pada abad  14M, menggantikan Emirat Turki Seljuk Konya sebelumnya [1] Mereka  adalah ‘…para Muslim fanatik…Para pemimpin suku mereka disebut sebagai  Ghazi, pejuang pembela aqidah Islam. Menaklukan para kafir adalah bagi  mereka sebuah kewajiban ilahi.’ [2] Sebab itu, ciri-ciri jihad bagi kaum Ottoman adalah sama saja baik offensive/menyerang maupun defensive, dan  sudah menjadi keyakinan mereka bahwa non-Muslim harus ditundukkan oleh  pedang. Pada 1354 mereka pun menduduki Gallipoli, dan lalu meluas ke  seluruh jazirah Balkan, menaklukan bangsa Serbia pada Perang Kosovo  1389, lalu meneruskan penjajahan ke Bulgaria dan Thessalia, 1393. Ini  berarti bahwa ibu kota Kekaisaran Byzantium (atau apalah yang tersisa  daripadanya saat itu), Konstantinopolis, sekarang sudah terkepung.  ‘Tutuplah gerbang-gerbang kotamu’ kata Sultan kepada Kaisar Byzantium  Manuel II (1391-1425), ‘aku toh sudah memiliki semuanya di luar kotamu’  [3]
Saat itu tinggal masalah waktu saja kapan Konstantinopolis akan  diserang, dan di bawah kekuasaan Sultan Mehmet II yang enerjetik dan  kejam, orang2 Ottoman mulai mengepung ibu kota Byzantium pada April 1453  – ini bahkan bertentangan dengan sumpahnya sendiri pada saat naik tahta sultan pada 1451, bahwa sultan bersumpah demi Al-Quran kepada duta  besar Byzantium bahwa dirinya akan menghormati kedaulatan wilayah yang  terakhir ini. [4]
Rupa-rupanya, sebuah sumpah kepada seorang ‘infidel/kafir’ adalah omong  kosong belaka. Tidak ada alasan untuk berkata bahwa pengepungan  Konstantinopolis merupakan sebuah bentuk jihad yang membela-diri,  malahan, ini jelas adalah tindakan agresi yang sepihak. Mati-matian membela diri, kalah jumlah dan kalah senjata, kota itu akhirnya jatuh  pada hari Senin 28 Mei 1453 (atau sumber resmi lain: Selasa 29 Mei  1453). Harus dicatat di sini bahwa pada 6 April Sultan Mehmet II mengirimkan pesan kepada Kaisar Konstantin XI, tentang sebuah maklumat yang kemudian ditolak oleh Konstantin, ‘menyatakan bahwa, sebagai mana  yang tertulis dalam hukum Islam, setiap warga kota akan dibiarkan hidup  jika kota diserahkan tanpa perlawanan.’ [5]
Implikasi maklumat ini sangat jelas: jika kota melawan, jiwa para  penduduk tentu akan terancam. Dan memang inilah yang terjadi pada saat  kota itu jatuh pada hari Selasa 29 Mei 1453, pasukan-pasukan Muslim membantai, menjarah, dan memperbudak masyarakat Kristiani dalam jumlah  yang sangat besar [6] Kenyataan ini, yang jarang disebutkan oleh para  Muslim pada saat mereka merayakan event kemenangan mereka,  memperlihatkan betapa tertanamnya nilai pembantaian dan penindasan di  dalam Khalifah Ottoman, dan wajar saja beralasan bagi non-Muslim untuk was-was prihatin kapan pun mereka mendengar Muslim bernostalgia  mengenang ‘kejayaan’ masa lalu mereka. Mehmet II lalu memasuki gereja  agung Agia Sofia, kathedral utama kaum Kristen Timur, alih-alih dari  menghormati integritas religinya, dia malah mengislamkanya, mengubahnya secara resmi jadi masjid (sekarang namanya Aya Sofia di Istanbul).  Menjelang abad ke-16, seluruh Balkan sudah dijajah oleh penguasa Muslim.
2. Kebebasan dan Harga Diri Kaum Nasrani di bawah Kekuasaan Turki Ottoman
Gambarannya memang tidak melulu gelap. Bangsa Turki memang mengizinkan  kaum Kristen Orthodox Yunani sebuah hak otonomi internal untuk mengatur  sendiri urusan-urusan sosial dan agama mereka – konsep Millat namanya.  Sultan sering mengangkat seorang Yunani sebagai Grand Vizier (Wasir  Agung), dan panglima dari Angkatan Laut Ottoman seringkali adalah seorang Yunani [7]. Namun bagaimana pun, status kewarganegaraan penuh  hanya diperuntukkan bagi mereka yang memeluk Islam. Sultan seringkali  ikut campur dalam hal pemilihan ketua gereja Orthodox (patriarch), dan  bahkan bisa-bisanya mengatur urusan mereka. Pada waktu-waktu tertentu,  beberapa patriarch malah dieksekusi mati. Tidak ada kebebasan beragama  penuh ataupun persamaan hak.
Salah satu yang praktek2 yang paling meyakinkan untuk mempertanyakan Keagungan Khalifah Ottoman yang ‘katanya’ merupakan Masa Keemasan bagi  kaum minoritas agama lain adalah rekrutmen/caranya merekrut Janissariyah  (pasukan khusus Ottoman), yang dimulai pada abad 14.’ …mereka secara  paksa merampas anak-anak lelaki dari keluarga Kristen yang diperbudakkan  (umumnya dari keluarga orang Yunani, tapi lalu juga dari bangsa2 Armenia, Bulgaria, Albania, dan Serbia), dan membesarkan anak2 ini dalam  sebuah kamp khusus. Mereka lalu melatih anak2 ini menjadi Turki  fanatik, penjagal2 berdarah dingin terhadap keluarga mereka sendiri. Anak2 ini dibesarkan untuk mempercayai bahwa ayah mereka adalah sang  Sultan dan jika mereka sampai tewas di medan perang berarti mereka masuk  surga. Jadi, karena Angkatan Perang baru ini, Janissariah (Yeni-ceri  bahasa Turkinya) orang2 Turki melanjutkan penaklukan2 mereka.’ [8]
Pasukan2 Ottoman lalu menyerang desa-desa Kristen, menculik anak2 kecil,  yang kemudian dibawa ke Konstantinopolis sebagai serdadu-budak, dan  secara paksa di-Islamkan. Mereka ini dilarang berhubungan dengan wanita,  kecuali saat mereka menyerang kota atau desa musuh, itulah saatnya  diperkenankan untuk menjarah dan memperkosa sepuasnya selama tiga hari berturut-turut. Hal ini berlanjut terus sampai 1700, setelah keanggotaan  lambat laun berubah menjadi tradisi turun-temurun, dan akhirnya  berakhir dengan penghapusan Janissariyah, setelah timbul sebuah pemberontakan. Anak-anak orang Nasrani lainnya masih saja diculik untuk  dijadikan budak sebagai pembantu-pembantu istana, kasim, dan gundik  (harem). Praktek-praktek macam inilah yang meninggalkan kenangan pahit  bagi penduduk Balkan dan Armenia tentang masa penjajahan Muslim yang berabad-abad itu.
Praktek/kebiasaan2 ini tentulah akan menjadi budaya di Eropa Barat juga  jika saja pengepungan Ottoman terhadap Vienna tahun 1683 itu sampai  berhasil dengan kemenangan. Lagi-lagi, tidak ada alasan untuk mengatakan  bahwa ini adalah jihad membela diri. Inilah agresi sepihak. Tindakan  Ottoman menyerang Austria mulai membuat orang Eropa sadar akan apa yang akan menimpa mereka jika sampai Khalifah berhasil memperluas wilayahnya  sampai menguasai seluruh Eropah. Anggota2 pasukan Ottoman ‘membakar  habis desa-desa, memperbudak kaum wanita dan anak-anak, dan kaum lelaki  yang trampil. Yang sakit dan yang tua mereka penggal. Mereka membumiratakan gereja2 dan menginjak2 lambang2 salib di tanah.’ [9]
Mereka sibuk ‘membakar, memperkosa, menjagal, memperbudak…’ [10]. Harus diingat bahwa pasukan Muslim ini dipimpin oleh Wasir Agung sendiri, Kara  Mustafa. Sulit untuk dimengerti bagaimana perilaku2 semacam itu bisa  dianggap sesuatu yang membuat orang tertarik kepada Islam.
Diskriminasi terhadap kaum Nasrani terus berlanjut berabad-abad di bawah pemerintahan Khalifah Ottoman. Sebuah contoh akan hal ini ditemukan di  dalam perjanjian damai yang mengakhiri Perang Krimea 1854-56. Perang  dimulai dari pertengkaran antar Rusia dengan Khalifah Ottoman.  Kesepakatan diulangi oleh Perjanjian Paris pada Maret 1856. Biasanya perhatian utama diberikan kepada pasal Inggris dan Prancis yang melarang  kapal perang Rusia di Laut Hitam. Perhatian yang lebih kecil difokuskan  pada Artikel 9 dari Kesepakatan itu, yang mengharuskan Khalifah Ottoman  memperlakukan penduduk dengan adil ‘tanpa membedakan agama atau ras’.  Ini membuktikan bahwa Khalifah Ottoman memang benar2 terlibat dalam  sebuah upaya pen-diskriminasi-an yang sistematik. Alih-alih dari  menghormati kesepakatan damai, Khalifah ini malah mengeluarkan sebuah  maklumat pada tahun yang sama yang mewajibkan kaum non-Muslim untuk  mendapatkan izin dahulu dari sang Khalif sendiri kalau ingin membangun atau memperbaiki tempat2 ibadah. Secara effektif, ini berarti sebuah  kelanjutan dari prinsip2 hukum Syari’ah Islam, dan suatu pelanggaran  dari Kesepakatan Damai Paris.
Tidak hanya kebebasan kaum Nasrani yang dibatasi oleh Khalifah,  harga-diri kaum Kristen ini juga sering kali diinjak-injak. Sampai  menjelang Perang Besar dan pembersihan etnis 1915, orang2 Nasrani Armenia mendandani anak2 perempuan mereka supaya kelihatan seperti anak2 lelaki agar jangan sampai diperkosa atau diculik (atau dua2nya) oleh  Muslim2 Ottoman. Faktanya, setiap bocah berada di bawah bahaya  penculikan. Sebuah contoh yang khas dari kedengkian Muslim Ottoman terhadap orang Kristen diperlihatkan oleh bukti dokumen izin-pemakaman  yang dikeluarkan oleh seorang qadi (penggawa/lurah Muslim) dalam 1855  yang diperuntukkan bagi seorang Nasrani yang wafat: ‘Kami menyatakan ini  kepada pendeta gereja Maryam, bahwa bangkai si Saideh yang najis,  busuk, dan bau, terkutuklah hari ini, sudah boleh dimakamkan.’ [11]  Tidak diragukan lagi, jika sentimen2 yang tertulis sedemikian itu dimaksudkan untuk satu saja jasad Muslim, Muslim akan mengganggap ini  sebagai kebencian dan tidak berprikemanusiaan; jadi tidak sepantasnyalah  mereka kaget jika lalu orang2 Nasrani pun bisa bereaksi sama, dan sulit  untuk meng-iya-kan Khalifah sebagi sebuah rejim-pemerintah idaman.
3. Pembantaian-pembantaian oleh Khalifah
Menjelang abad 19 kekaisaran Ottoman memudar, dan gerakan2 ke arah kemerdekaan mulai bermunculan di antara bangsa2 Balkan. Masa ini adalah  cikal-bakal nasionalisme modern, dan ada suatu keinginan besar di antara  orang2 Nasrani Balkan untuk membebaskan diri mereka dari para penjajah  Turki (dan dalam hal bangsa Romania, dari penguasa Phanariot Yunani yang  dipakai Ottoman sebagai kaki-tangan mereka). Namun, nasionalisme saja  tidak cukup untuk memotivasi Eropa untuk membebaskan diri dari Turki.  Sebagai Kristen, orang2 Balkan paling tinggi derajatnya hanya sebagi  warga kelas dua – barang rendahan, tidak punya persamaan derajat  beragama. ‘Orang-orang Nasrani, sungguh, dijauhkan dari posisi politik, diwajibkan membayar sebuah pajak khusus [Jizyah] dan pelan-pelan  dimusnahkan/dibasmi secara sistematis.’ [12]
3.1 Perlawanan Yunani
📷 Kekalahan2 Ottoman di tangan bangsa Polandia dan Austria di 1683, dan  dalam beberapa kesempatan selanjutnya oleh orang2 Rusia, dan pendudukan  sementara Morea oleh orang2 Venesia pada masa 1690an sampai 1718  membuktikan bahwa Khalifah itu bukanlah super-jagoan tanpa tanding.  Percobaan2 pertama membebaskan diri oleh bangsa Serbia dipimpin oleh  Kara George pada 1804. Perlawanan berhasil, namun kekuasaan Ottoman  terbentuk kembali pada 1813. Perlawanan lainnya pada 1815 di bawah  Milosch Obrenovitch menjadikan Serbia mendapatkan hak otonomi, dan  bahkan dirinya diberi gelar ‘Pangeran Serbia’ oleh Sultan. [13] Tonggak sejarah utama, yang memulakan runtuhnya Ottoman adalah  perjuangan-kemerdekaan Yunani pada 1821. Sejak zaman kebudayaan klasik  Yunani, komunitas2 Yunani telah mendiami daerah2 sekitar Laut Hitam, termasuk wilayah2 yang dikuasai oleh Rusia pada abad ke-18. Asisten  Militer untuk Tsar Rusia 1821 adalah seorang Yunani, Pangeran Hypsilanti, yang juga adalah pemimpin dari kelompok rahasia nasionalis  Yunani yang disebut Etairia Filiki - ‘Perkumpulan para Sahabat’, yang  didirikan pada 1814 di Odessa, memiliki 20,000 anggota, dan beroperasi  di wilayah2 berpenduduk Yunani di dalam Kekhalifahan Ottoman. [14]
Perlawanan dimulai secara setengah2, ketika Hypsilanti dan sekelompok  orang Yunani melintasi Moldavia pada bulan Maret 1821, dan mendorong  penduduk Orthodox untuk bangkit melawan penjajah Ottoman. Namun, bangsa  Romania, walaupun Orthodox, bukanlah Yunani, dan tidak senang akan keunggulan orang Yunani dalam Kekhalifahan, dan konflik antara orang2 Yunani dan Romanian pun timbul. Jujur saja untuk dituliskan bahwa  Hypsilanti dan pengikutnya pun pernah berperangai sejahat bangsa Ottoman  yakni waktu mereka membantai sebuah komunitas Muslim lokal. [15] Karena  latar belakang inilah, tidak heran jika pada bulan Juni di Skaleni para pejuang dikalahkan oleh kaum Ottoman.
Bagaimanapun, kejadian2 di Moldavia itu akhirnya memicu kebangkitan  besar dari bangsa Yunani di Morea bersumber dari pengaruh Etairia Filiki  . Namun sayang, sekali lagi orang Yunani menodai perjuangan mereka  dengan membantai komunitas 25,000 Muslim dalam waktu enam minggu setelah  pecahnya perlawanan. Kaum Ottoman pun membalas dendam dengan membantai  bangsa Yunani yang ada di Thessalia, Makedonia, dan di pulau-pulau Aegean. Di salah-satu pulau ini, yaitu Chios, Ottoman menghabisi nyawa  27,000 Nasrani, termasuk kaum wanita dan anak-anak. [16]
Hampir seluruh orang Nasrani di pemukiman Yunani di Konstantinopolis tewas dijagal. [17] Pada Hari Paskah 1822, Patriarch Orthodox di  Konstantinopolis digantung oleh Turki Ottoman, dan jenazahnya lalu  dilemparkan ke selat Bosphorus, akhirnya ditemukan oleh sebuah kapal  Yunani dan dibawa ke Odessa, di mana Patriarch akhirnya dimakamkan di sana sebagai martir. [18]
Pembunuhan Patriarch merupakan sebuah perhitungan yang sangat keliru dan mengundang bencana bagi Khalifah, kemuakan yang besar tersebar di  mana-mana di Eropa, dan Rusia mengancam akan turun tangan. Hal  kemerdekaan Yunani kini menjadi buah-bibir masyarakat Eropa yang prihatin melihat sesama saudaranya Nasrani ditindas, dibantai dan  tawanan2 Kristen Yunani dijual sebagai budak di Mesir. [19] Kesalehan  beragama Raja Charles X dari Prancis membawanya untuk mendukung perjuangan kaum Nasrani Yunani. Pujangga terkenal Inggris, Lord Byron,  sebagaimana banyak orang Eropa lainnya, menjadi sukarelawan berjuang  bersama-sama orang Yunani, dan gugur di sana. Di sisi lain, banyak  Muslim mengikuti panggilan jihad melawan kafir yang dikumandangkan oleh Khilafah pada bulan Maret 1821.
Kemenangan2 militer, terutama angkatan laut Yunani menyebabkan Khalifah  mencari bala bantuan Muhammad Ali, wakilnya di Mesir, supaya turun  tangan dengan armada Mesirnya, dia dijanjikan wilayah2 Morea, Kreta, dan  Lebanon. Putra Muhammad Ali, Ibrahim, mendarat di Pulau Kreta di mana populasi pada waktu itu kurang-lebih sepertiganya Muslim, dan mulai  membantai masyarakat Nasrani yang mayoritas. Seperti itu juga, ketika  pasukan2 Ibrahim mendarat di Morea, ‘mulailah mereka menyapu bersih penduduk Yunani.’ [20] Haruslah dinyatakan di sini bahwa inilah perintah  Khalifah, yang didesak oleh para ulama Muslim, bahwa ‘para pemberontak  harus diperangi secara terbuka dan dihabisi oleh pedang, harta-milik  mereka harus dirampas dan anak-istri mereka harus dihabiskan, dijadikan budak’ [21]. Seperti yang telah kita lihat, baik perbudakan maupun  genocide (pemusnahan massal) sebenarnya memang telah terjadi – ‘seluruh  populasi penduduk Yunani daratan terancam oleh kepunahan massal’ [22].
Pemusnahan massal dan ancaman campur-tangan Russia akhirnya menyebabkan  the Great Powers (Sekutu), yang dipimpin oleh Inggris, turun tangan  dalam pertempuran di Navarino pada 1827, yang mana mereka menghancurkan  armada2 Ottoman dan Mesir, dan memberikan jalan bagi pasukan2 Prancis  untuk menyerbu Morea, sedangkan pasukan2 Rusia maju ke daerah Trachea. Haruslah dinyatakan di sini bahwa sebelumnya ini terjadi, Sekutu (The  Powers) telah menawarkan kepada Ottoman kesepakatan untuk membiarkan  Ottoman Turki tetap berkuasa secara simbolik dan Yunani sebagai daerah  jajahan dengan status otonomi penuh, tetapi sang Khalifah, yang kukuh  dengan prinsip Islamnya akan menundukkan kaum non-Muslim, menolak tawaran tersebut. Kesalah-perhitungan ini akhirnya membawa Sekutu untuk memperjuangkan kemerdekaan penuh Yunani di tahun 1832.
3.2 Pembantaian-pembantaian Khilafah dari 1840-1860
Fakta, bahwa kejadian pembunuhan massal (genocide) yang berulang-ulang  yang akhirnya membawa intervensi Barat dalam urusan2 Ottoman, akhirnya  meruntuhkan pula Negara itu. Pada 1842, Muslim terlibat dalam  pembantaian2 berikut:
Badr Khan Bey, seorang pemimpin (Amir) Kurdi Hakkari, bersama2 dengan  pasukan2 Kurdi lainnya yang dipimpin Nurallah, menyerang orang2 Assyria,  bermaksud untuk membakar, membunuh, menghancurkan, dan, jika mungkin, memunahkan seluruh bangsa Assyria dari daerah2 pegunungan. Kaum Kurdi  yang ganas ini melumatkan dan membakar apa saja yang mereka temui.  Pembantaian tanpa pandang bulu terjadi. Para wanita dibawa ke hadapan  sang Amir dan dibantai dengan darah dingin. Insiden berikut ini menggambarkan betapa buasnya perbuatan mereka: ibunda Mar Shimun,  Patriarch (Bapa Gereja Timur) yang sudah berusia lanjut, ditangkap oleh  mereka, dan lalu setelah melakukan hal-hal biadab yang luar biasa  memuakkan kepadanya, mereka membelah tubuhnya menjadi dua bagian dan  melemparkannya ke sungai Zab, seiring dengan seruan “pergilah dan  bawalah ke putramu yang terkutuk itu pengetahuan bahwa nasib yang sama  sedang menunggunya.” Hampir sepuluh ribu orang Assyria dibunuh, dan  sejumlah yang sama banyaknya dari kaum wanita dan anak2 dibawa sebagai  tawanan, hampir seluruhnya dikirim ke Jezirah untuk dijual sebagai  budak2, untuk dipersembahkan sebagai hadiah2 bagi tokoh-tokoh Muslim yang berpengaruh. (Death of a Nation, pp. 111-112). [23]
Kejadian yang sama berlangsung tahun 1846. [24] Dalam kedua kasus  tersebut tidak pernah sekalipun Pemerintah Ottoman maupun aparat2  keamanannya turun tangan untuk mencegah pembantaian2 atau menghukum para  pelaku pembunuhan, suatu tanda bahwa mereka justru gembira dengan  perbuatan2 tsb, jadi membuat pemerintahan Khalifah sebagai oknum pembantu kriminal pembantaian massal. Pada 1847, pasukan2 Muslim  membantai lagi 30,000 anggota komunitas Nasrani Assyria. Sebagai satu  contoh telak betapa bersekongkolnya Pemerintah dalam pembantaian2 kaum  Nasrani bermula dari individual Muslim terjadi di Lebanon dan Syria pada  1860, yang mana akhirnya hanya bisa dihentikan lewat campur tangan pasukan2 Perancis:
Di Lebanon, dari April sampai Juli, lebih dari 60 desa di Al-Matn dan  Al-Shuf dibumihanguskan oleh kaum Druze dan pasukan2 Kurdi. Menyusul  kemudian kota2 besar. Komandan garnisun Ottoman menawarkan lagi  perlindungan kepada penduduk Maronite (Kristen), seperti yang telah  ditawarkannya kepada desa2 yang lebih kecil, meminta mereka menyerahkan senjata dan lalu menyembelih mereka di penginapan padang pasir lokal.  Begitulah nasib dari Dayr al-Qamar, yang kehilangan 2600 penduduknya;  Jazzin dan sekitarnya, di mana 1500 dibantai; Hasbayya, 1,000 dari 6,000  disembelih secara keji; Rashayya, 800 tewas. Perintah komando bagi  Hasbayya yaitu semua laki-laki di antara 7 sampai 70 tahun harus  disembelih. Mata buas mereka berpesta-pora menyaksikan mayat-mayat muda  dan tua yang mereka sembelih dicabik-cabik di pekarangan istana Shihabi.  Zahla, kota terbesar di antara semuanya dengan 12,000 penduduk,  bertahan sementara waktu sampai akhirnya harus tunduk di bawah serbuan  pasukan termasuk kaum penyerang dari Harwan dan suku2 Beduin dari padang  pasir. Kota itu terletak nyaman di lembah yang curam terbentuk oleh  jalur Bardawni yang mengalir dari Gunung Sannin. Tidak satu rumahpun  lolos dari amukan api. Total hilangnya jiwa dalam masa tiga bulan dan  rentang jarak beberapa kilometer diperkirakan mencapai 12,000. Dari  Lebanon api kebencian menjalar ke Damascus dan menyulut tangki  kedengkian Muslim yang terbentuk oleh kebijakan Ibrahim Pasha dan hukum2  egalitarian Khatti Humayyun. Wilayah pemukiman Assyrian dibakar dan  sekitar 11,000 penghuninya disembelih. [25]
3.3 Pembantaian-pembantaian Balkan 1870an
📷 Di Bosnia-Herzegovina, para petani di pedesaan Kristen masih tinggal di  bawah sistem penghambaan, dan dibebankan atas mereka pajak2 yang berat  oleh Khalifah, yang tidak berlaku untuk para Muslim. Penduduk Balkan  menderita oleh panen gagal tahun 1874, kelaparan menimpa mereka, namun  Turki Ottoman, jauh dari itikad menolong mereka, masih saja menuntut  pajak2 – sekali lagi, ini dipengaruhi oleh Syari’ah Islam. [26] Himpitan-tekanan bathin ini akhirnya meledak pada 1875, orang Kristen  Bosnia-Herzegovina memberontak terhadap Khilafah. Perlawanan menyebar  sampai ke Serbia dan Montenegro, yang telah berstatus otonomi sejak 1829  meskipun masih bersujud kepada Ottoman. Segera saja perjuangan menyebar  juga ke Bulgaria, yang belum diberikan hak pemerintahan sendiri di  bawah Khilafah, karena adanya komunitas2 besar Turki dan Muslim di sana dan jaraknya yang dekat ke ibukota Istanbul.
 Sultan yang baru naik tahta, Abdul Hamid II (dikenal dalam sejarah  sebagai “Red Sultan”) tidak berkompromi sedikitpun dengan para pemberontak.’ [27] Kebijakan Khalifah adalah pemusnahan massal  (genocidal): ‘seluruh desa diluluhlantakkan, penduduknya disembelih.  Penghuni penjara2 Bulgaria ditembak mati setelah lebih dulu disiksa  dengan sangat biadab.’ [28] Antara April sampai Agustus 1876 ribuan  warga Nasrani Bulgaria secara mengerikan dibantai oleh pasukan2 Khalifah  – dalam satu bulan Mei saja 12,000 laki2, perempuan, dan anak2  disembelih dengan brutal. [29] Sekutu mencoba membujuk Khilafah dengan  menawarkan perjanjian Andrassy (berdasarkan nama seorang menteri  Hungaria), menawarkan proposal untuk mereformasi kebijakan2 Ottoman,  yang mana secara pura-pura diterima oleh Sultan. Kaum Nasrani Balkan,bagaimanapun, sudah kenyang dengan pahitnya pengalaman, tidak  percaya lagi dengan janji-janji Turki Ottoman yang tidak didukung oleh  jaminan penuh dari Barat.
Sekutu, dengan pengecualian Inggris, saat itu mengirimkan Memorandum  Berlin kepada Kalifah Ottoman, dengan ancaman akan turun tangan membantu  perlawanan Balkan apabila tawaran reformasi tidak juga dilaksanakan  dalam dua bulan. Namun, tanpa hadirnya Inggris, Ottoman merasa di atas  angin untuk menghiraukan saja tawaran tersebut. Russia bersiap-siap  untuk menyerbu Khalifah Ottoman, tetapi ini dicegah oleh sebuah  konferensi international di Konstantinopolis di mana Abdul Hamid II  menyetujui reformasi konstitusional, yang diajukan oleh menterinya,  Midhat Pasha, yang berpandangan liberal, yang mana dimasukkan juga di  situ perlakuan2 yang lebih manusiawi bagi orang2 Kristen/Nasrani. Namun  juga, segera saja setelah konferensi dibubarkan, Midhat Pasha dicopot  dan dibunuh beberapa waktu kemudian. Undang2 yang baru itu segera juga  dicabut kembali, bersama dengan jaminan2 perlindungan bagi umat  Kristiani. [30] Ini menunjukkan bahwa penganiayaan atas umat Kristiani  memang akan terus-menerus terjadi selama masih ada Khalifah di bumi ini.
Akhirnya, kelicikan dan pengkhianatan janji Ottoman menghasilkan  penyerbuan Russia-Romania, dan puncaknya Inggris campur-tangan, membawa  hasil akhir Perjanjian Berlin 1878 yang mengakui kemerdekaan total dari  Serbia, Romania, dan Montenegro, sedangkan Austria mengambil-alih Bosnia dan daerah Sandjak dari Novibazar. Bulgaria mendapatkan hak  pemerintahan sendiri, dengan Rumelia timur, yang berbatasan dengan  Thrakia timur, selalu harus diperintah oleh seorang Gubernur yang Kristen. [31] Perang telah membuat Khalifah kehilangan banyak sekali  wilayah di Eropa, inilah masa untuk bersuka bagi para umat Kristiani  Balkan. Namun demikian haruslah diakui juga, bahwa di negara2 Balkan  yang baru saja merdeka setelah 1878 itu terdapat rasa benci dan  perlakuan kejam terhadap kaum penduduk Muslim mereka, sama seperti yang  dilakukan Khalifah terhadap umat Kristiani, dan sebagai hasilnya, banyak umat Muslim setelah sering menerima penganiayaan, hijrah ke Kesultanan Ottoman.
Kerugian yang lebih besar lagi bagi Khalifah Ottoman ialah hilangnya  dukungan Inggris. Khabar2 mengenai pembantaian2 orang Bulgaria disambut  dengan kemurkaan massa. Perdama Menteri, Disraeli, karena kuatir akan  rencana2 expansi Russia, membantah berita2 pembantaian itu sebagai propaganda semata – ‘gossip warung kopi’ katanya. Namun pemimpin  oposisi, Gladstone, menuliskan sebuah pamflet yang terkenal dengan judul  The Bulgarian Horrors and the Question of the East , yang sangat laku  terjual. Untuk sementara waktu, Khalifah Ottoman dianggap sebagai sumber kejijikan seperti orang memperlakukan Nazi Jerman sekarang. Situasi ini  masih saja diperparah oleh tindakan2 Sultan-Khalifah Abdul Hamid yang  melanggar janji2nya sendiri tentang perlakuan manusiawi untuk umat  Kristiani yang dia tandatangani di Kongres Berlin. [32]
3.4 Pembantaian-pembantaian tahun1890an
📷 Di sisi lain, Turki Ottoman terus saja membantai seluruh komunitas  Kristiani, kejadian yang paling menonjol adalah pembantaian antara  1894-96 di mana ribuan umat Kristiani Armenia dan Assyria – lebih dari  300,000 – dibantai secara brutal dimulai gara-gara keinginan Sang Sultan  Merah Abdul Hamid II. Jerman telah memberinya angin untuk melawan  setiap reaksi Eropa, dan ternyata dia betul. Enam ribu umat Kristiani  Armenia dibunuh hanya Konstantinopolis saja. [33] Di Inggris, Gladstone  berhenti dari istirahat untuk menuntuk tindakan melawan Ottoman, dan Pemerintah Inggris memang berusaha membujuk Sekutu untuk melakukan  sesuatu, namun tidak ada tindakan nyata. [34] Menghadapi partisan2  nasionalis di Makedonia, provinsi Eropa terakhir yang masih di bawah  kontrol penuh Ottoman, pasukan2 Turki membablas tanpa rintangan.  Diperhadapkan dengan perlawanan di Pulau Kreta pada 1897, pemerintah  Turki bukan saja menekan pemberontakan tapi juga maju berperang melawan  Yunani, mengalahkan musuh lama itu, hanya kemudian Sekutu turun tangan dan menuntut pengangkatan Gubernur yang Kristiani untuk pulau tersebut.
3.5 Pembantaian massal 1915 (yang terkenal dan ditutup-tutupi sampai sekarang)
Pada 24 April 1915 pemerintah Ottoman memerintahkan pengusiran  (deportasi) seluruh penduduk Kristiani Armenia dan Assyria di Asia Minor  Timur ke Syria dan Iraq, yang masa itu masih menjadi bagian Kekhalifahan Ottoman, dan membantai banyak jumlah dari mereka.  Pembantaian berlanjut sepanjang tahun. Menjelang 1915, 1,500,000 orang  Armenia dan 250,000 Assyria telah hilang nyawanya. Banyak kaum wanita  diperkosa dan anak2 diculik dan dijadikan budak untuk lalu dibesarkan sebagai Muslim. Banyak umat Kristiani – terlebih kaum perempuan –  disalib (gambar2 fotografi masih ada sampai sekarang).
Sekitar 200,000 orang Armenia lolos dari pembantaian/pembersihan etnis  dengan cara masuk memeluk Islam. Seluruh desa masuk Islam demi  menghindari pembantaian. Gereja2 dihancurkan atau dikotori dengan cara  diubah menjadi lumbung2 tani. Upaya-upaya serius dilakukan untuk  menghancurkan setiap jengkal jejak-jejak warisan budaya Kekristenan di  wilayah2 bersangkutan. ‘Dalih’ Ottoman untuk membenarkan perbuatan  mereka adalah bahwa orang2 Armenia adalah pilar kelima dan bahwa ada orang2 Armenia yang menjadi tentara Russia. Mereka tidak peduli  kenyataan bahwa orang2 Armenia Rusia itu tidak punya banyak pilihan,  bahwa ada orang2 Muslim Turki juga yang menjadi tentara Russia, dan  bahwa orang Assyrian ada sangat sedikit kalaupun ada yang bergabung dengan tentara Russia. Pada 1914 orang2 Armenia Ottoman menyatakan  kesetiaan mereka kepada negara, meski ada pembelotan2 yang terisolasi  dan sebuah perlawanan kecil di Cilicia. Ottoman secara salah menuduh  bahwa ada pemberontakan di Van, dan bahwa ada pembunuhan dalam konteks  perang saudara. Pernyataan ini jelas salah, karena 250,000 orang Armenia tergabung di dalam angkatan perang Ottoman. Bahkan, prajurit2 Armenia menyelamatkan seorang pemimpin Ottoman, Enver Pasha, yang hampir  ditangkap tentara Russia ketika kalah berperang. [35]
Hampir semua pembantaian dilakukan oleh polisi biasa, meskipun ada  sebuah ‘Organisasi Khusus’ yang dibentuk, terdiri atas penjahat2 yang  dibebaskan dengan syarat mereka harus membunuhi orang2 Armenia. [36]  Lebih lanjut, bahkan kaum Armenia Rusia pun dibantai ketika Ottoman menyerbu 1918 – 15,000 bangsa Armenia dibunuh di Baku. Pengungsi2  Armenia dibuat sebagai objek latihan bayonet. [37] Harus dicatat juga  dengan jujur juga bahwa banyak desa2 Arab di Syria yang menolong para  pengungsi Armenia, dan beberapa pejabat ulama Muslim melakukan protes mengenai kebijakan2 ini. [38] Turki sampai sekarang masih membantah  kenyataan sejarah mengenai genocide mereka. Hitler melihat ini seolah  sebagai alasan untuk membenarkan perbuatannya, bahwa dunia toh tidak  mempedulikan pembantaian umat Armenia oleh bangsa Ottoman, jadi dunia juga akan membiarkan saja dirinya membinasakan kaum apa saja yang dia  mau binasakan.
KESIMPULAN
Pembantaian2 kaum Muslim yang dilakukan oleh bangsa Yunani tahun 1821  yang lalu dilakukan juga oleh bangsa2 Balkan lainnya saat mereka  mendapatkan kemerdekaan tidak dapat dibenarkan, seperti halnya juga yang  dilakukan oleh umat Muslim terhadap umat Kristiani. Namun, di sini ada  sebuah hal yang membedakan antara kejahatan yang dilakukan oleh bangsa  Yunani dan Balkan pada abad ke-19 dengan kejahatan yang dilakukan oleh  Khalifah. Pembantaian2 yang dilakukan oleh orang Yunani menodai  nasionalisme Yunani, daripada sekedar agama mereka; kejahatan2 itu  dilakukan atas nama nasionalisme mereka, bukan dari agama-nya. Lebih  jauh lagi, orang2 Yunani saat itu bukanlah mewakili sebuah pemerintahan,  melainkan hanya sekelompok pejuang pemberontak (tentu saja, ini tidak  berlaku bagi pembantaian2 yang terjadi kemudian setelah provinsi2 Balkan  menjadi negara2 merdeka). Pembantaian2 yang dilakukan Khalifah di sisi  lain, memiliki ciri-ciri yang berbeda. Bahkan orang2 Yunani tidak pernah  meng-klaim suatu inspirasi ilahi dari nasionalisme Yunani mereka, dan  sedikit saja sekarang yang kira2 masih akan membenarkan pembantaian2  itu. Muslim, sebaliknya, yakin seyakin2nya bahwa Khalifah itu ada atas  ridho Allah dan bahwa jihad itu memang sesuatu yang terinspirasi secara  ilahi. Pembantaian2 mereka dilakukan atas nama Khalifah dan jihad.
References
 1. Smith, Michael Llewellyn, The Fall of Constantinople, in History  Makers magazine No. 5, (London, Marshall Cavendish, Sidgwick &  Jackson, 1969) p. 189.
2. Smith, The Fall of Constantinople, p. 189.
3. Smith, The Fall of Constantinople, p. 189.
4. Smith, The Fall of Constantinople, p. 190.
5. Smith, The Fall of Constantinople, p. 190.
6. Smith, The Fall of Constantinople, p. 192.
7. Stokes, Gwenneth and John, Europe 1850-1959, (Longman, London, 1966 & 1969), p. 129.
8. http://imia.cc.duth.gr/turkey/chro.... 1999.
9. Earle, Peter, Vienna 1683, in History Makers magazine No. 6, (London,  Marshall Cavendish, Sidgwick & Jackson, 1969) p. 261.
10. Earle, Vienna 1683, p. 261.
11. Stokes, Europe 1850-1959, p. 143.
12. Fisher, H. A. L., A History of Europe, (Edward Arnold, London, 1936 & 1965), p. 726.
13. Peacock, H. L., A History of Modern Europe, (Heinemann, London, 1971), p. 216.
14. Peacock, A History of Modern Europe, p. 218.
15. Peacock, A History of Modern Europe, pp. 218-219.
16. Peacock, A History of Modern Europe, p. 219.
17. Fisher, A History of Europe, p. 882.
18. Peacock, A History of Modern Europe, p. 219.
19. Fisher, A History of Europe, p. 881.
20. Peacock, A History of Modern Europe, p. 220.
21. Ye’or, Bat, The Decline of Eastern Christianity under Islam, (Associated University Presses, USA, 1996), p. 191.
22. Fisher, A History of Europe, p. 881.
23. http://aina.org/martyr.htm 1999
24. "In Asheetha, Zinger Beg with a force of 400 Kurds practiced the  most barbarous cruelties upon the villagers of Tyari. The Assyrians bore  his tyranny patiently for some time, but finally decided to put an end to it and decided to attack the garrison. They slew twenty of their  numbers and besieged the remainder for the space of six days. On promising that they would immediately surrender and evacuate the  fortress they were supplied with water by the Assyrians, when suddenly  defying their besiegers a fresh conflict succeeded. In the midst of these renewed hostilities a company of 200 cavalry arrived from Badr  Khan Beg, and turned the fortunes of the day. The Assyrians, taken by  surprise, were completely routed, no quarter was given, and men, women,  and children fell in one common massacre. The village was set on fire,  and three bags of ears were cut off from the wounded, the dying, and the  dead. And sent as trophy to Badr Khan Beg. All the chiefs of Tyari were  killed in the massacre, besides thirty priests, and sixty deacons, Mar Shimoons’s brother Kasha Sadok, and his nephew Jesse, and many of his  relatives. In the month of October 1846, a united force of Badr Khan Beg  and Noorallah Beg entered the Tkhooma district, and committed ravages  too horrible to be related. During the invasion 300 hundred women and as many children were brutally put to the sword in one indiscriminate  slaughter; only two girls who were left for dead on the field escaped to  relate the sad tale of this horrible tragedy.
The Kurds then attacked the men, who had taken up a most disadvantageous  position in a valley, where they were soon surrounded by their enemies,  and after fighting bravely for two hours gave up the contest. Numbers were killed in attempting to escape, and as many as one hundred  prisoners, mostly women and children, were afterwards taken from the  houses, which were then fired by the Kurds, as were the trees and other cultivation in the neighborhood. These unfortunate victims were then  brought before Noorallah Beg and the lieutenant governor of Jezeerah, as  they sat near one of the churches, and heard their doom pronounced by  those blood-thirsty barbarians: Make an end of them’, said they. A few  of the girls, remarkable for their beauty, were spared, the rest were immediately seized and put to death" (Nestorians and Their Rituals, pp. 370) http://aina.org/martyr.htm 1999
25. http://aina.org/martyr.htm 1999
26. Stokes, Europe 1850-1959, p. 205.
27. Peacock, The Making of Modern Europe, p. 232.
28. Peacock, The Making of Modern Europe, p. 195.
29. Fisher, A History of Europe, p. 1040; Stokes, Europe 1850-1959, p. 205.
30. Stokes, Europe 1850-1959, p. 206.
31. Stokes, Europe 1850-1959, pp. 209-210.
32. Stokes, Europe 1850-1959, p. 211.
33. Peacock, The Making of Modern Europe, (4th edition, Heinemann, London, 1971), pp. 267-268.
34. Peacock, The Making of Modern Europe, p. 268
35. Lang, D. M., and Walker, C.J., The Armenians, (Minority Rights Group, London, 1987), p. 7.
36. Lang, and Walker, The Armenians, p. 8.
37. Lang,, and Walker, The Armenians, p. 8.
38. Lang,, and Walker, The Armenians, pp.7-8.
Gambar2 diambil dari sumber: http://www.armeniapedia.org/
http://www.armeniapedia.org/images/...
BLACK TUESDAY: 29 Mei 1453
http://www.indonesia.faithfreedom.org/...
GENOCIDE BANGSA YUNANI (The Hellenic Genocide)
http://www.greece.org/genocide/quot...
Kutipan dari dokumen dan foto2 sejarah.
Pembantaian Masal Bangsa Yunani adalah penyiksaan, pembantaian dan  ethnic cleansing secara sistimatis terhdp JUTAAN orang Yunani oleh Turki  di Turki di Asia Minor, Konstantinopel (yg disebut Istanbul oleh orang  Turki), Thrace Timur, Imvros, Tenedos, Macedonia, Cappadocia dan Pontos antara th 1890-an sampai akhir 1950-an.
JUTAAN ANAK2, lelaki dan wanita diusir dari rumah mereka hanya karena  mereka bangsa Yunani. Pada saat bersamaan, juga berlangsung pembantaian  terhdp jutaan orang Armenia dan Assyria dari segala umur. Dosa mereka ?  Karena mereka tinggal di daerah tempat peninggalan nenek moyang mereka  selama ribuan tahun sebelum invasi oleh Turki. Dgn kekejaman yg tidak terbayangkan, mereka melaksanakan rencana mereka yg dinamakan "Turki  bagi bangsa Turki."
Kebijakan eksterminasi bangsa Yunani ini dilakukan terhdp penduduk pulau  Chios, thn 1822, persis 100 tahun sebelum tentara Turki menghancurkan  kota Bizantin, Smyrna. Genocide yg paling dikenal, Holocaust yg dilakukan Nazi Jerman (dgn dukungan Turki), tidak mungkin terjadi kalau  Genocide oleh Turki (dgn bantuan Nazi) with support of Germany) sudah  diakui. Kami tidak dapat mengerti sepenuhnya alasan dibelakang Holocaust  tanpa sebelumnya mengerti Genocide2 yg terjadi sebelumnya.
http://www.greece.org/genocide/quot...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Simulacra & Perversion

  Primordial Nature Home JUN 3 Simulacra and Perversion SIMULACRA & PERVERSION Kesehatan mental itu hanya bisa didapat bila berada dalam...