By : Gobin Vashdev
Hari itu, Ibunya Rigpa ingin beryoga ria dan seperti
kebanyakan anak yang secara emosional dekat dengan
ibunya, pasti juga ia ingin dekat secara fisik.
Rigpa tidak menginginkan ibunya pergi, ia ingin ikut
bersama ibunya, namun dengan berbagai pertimbangan
kami memutuskan bahwa Ibunya pergi sendiri.
Tentu ada berbagai cara untuk membuat anak tidak
melihat kepergian ibunya, dengan membuatnya sibuk atau
mengajak mandi misalnya namun sejak awal kami
menjalani rumah tangga, cara-cara seperti itu tidak
kami pilih.
Saya dan Rigpa mengantarkan Kartika pergi, dan bisa
diramal bahwa Rigpa akan menjerit, meronta dan
meraung dengan cucuran air mata bak keran air.
Setelah 15 menit, masih di jalan sempit yang diapit
sawah tempat kami berpisah tangisan juga air mata
tidak terputus. Pak Made pemilik rumah dimana kami
menyewa datang dengan tergopoh-gopoh " ada apa ini?"
belum sempat saya menjawab, dengan tangan seperti
hendak menggendong ia berkata "yuk sama bapak lihat
bebek disana".
Sekilas memang seperti inilah seharusnya kehidupan
dijalankan, kalau sakit yang diobatin segera, kalau
nangis ya ditenangkan, kalau marah diademkan, kalau
sedih ya dihibur jawabannya.
Bagaimana menenangkan anak versi sebagian besar
orangtua?
diberi permen, coklat atau makanan yang enak, diajak
melihat sesuatu yang membuat pikirannya sibuk, diberi
gadget, ditontonkan tv atau sejenisnya.
Sepertinya tujuan utamanya adalah supaya nangisnya
berhenti, namun kalau kita telusuri lebih dalam semua
bentuk perlakuan orangtua tua itu adalah bukan untuk
kepentingan anak melainkan kepentingan dirinya sendiri.
kita semua tidak pernah bermasalah dengan apapun dan
siapapun diluar diri kita, kita menenangkan anak yang
sedang menjerit karena kita ingin menghilagkan rasa
gegana (gelisah galau dan merana) dalam diri kita
sendiri.
Yang meradang didalam namun yang dibereskan diluar,
yang terbakar didalam tapi yang disiram yang diluar.
Artinya apapun yang kita lakukan diluar sejatinya adalah
apa yang kita lakukan didalam.
Dengan kata lain, bila orangtua terbiasa meng alihkan
ketidaknyamanan anak pada sesuatu yang lainnya,
artinya ia juga sedang berusaha mengalihkan rasa tidak
nyaman yang berkecamuk dalam dirinya.
Begitupula dengan sikap yang lain, ketika kita ingin
mengatur segalanya diluar , sebenarnya kita ingin
mengatur yang ada didalam, kita mengontrol diluar
karena kita ingin mengontrol rasa yang didalam.
Sadari tugas pertama kita adalah memadamkan
kebakaran yang ada didalam.
Anak terlahir adalah sebagai Guru besar bagi
orangtuanya. Ia tidak hanya terhubung secara fisik dan
emosional, namun juga pada tingkatan yang lebih dalam,
sehingga apapun prilaku anak Anda semuanya adalah
cermin dari tingkat energi terdalam dari diri Anda
sebagai orangtuanya.
Bukannya kita mendidik, namun anak-anaklah yang
menuntun orangtuanya untuk mendapatkan kesadaran
yang baru.
Namun perhatikanlah apa yang biasanya terjadi? kita
mengabaikan emosi-emosi yang terpancing lewat tingkah
laku anak yang selayaknya dibereskan tapi Malah
sebaliknya dengan segera kita mengalihkannya,
memarahinya.
Dan sebaliknya kita sibuk menyenagkan anak dengan
hadiah, merayakan ulang tahun atau menuruti semua
keinginannya.
Menyenangkan anak sangatlah tidak penting, karena ia
hadir dengan kebahagiaan yang lebih dari kita. kita
mencekokin cara kita bahagia yang penuh syarat dan
kalkulasi pada anak yang penuh kemurnian.
Sebaliknya kitalah yang perlu belajar darinya, pada
kepolosannya, pada kemampuannya melihat tanpa
menghakimi dan jutaan hal lainnya.
Proses bertemu dan pergi adalah proses yang paling
alamiah, seperti matahari yang datang dan pergi, juga
kesedihan dan kesenangan yang muncul dan lenyap.
Begitupulah raungan anak yang akan terganti oleh tawa
yang renyah setelah beberapa saat.
menerima anak yang menangis sama halnya kita sedang
menerima ketidaknyamanan yang ada didalam.
Tatkala kita sudah mampu menerima kesedihan, bukan
serta merta kesedihan larut dan menghilang, mungkin
sekali kesedihan masih ada, namun ia tidak membuat
kita menderita.
"Nak inilah kehidupan, kemarin papa pergi sekarang
papa ada disini, baru saja
Mommy pergi sebentar juga Mommy akan datang.
Kemarin Rigpa senang, saat ini terganti oleh kesedihan,
inilah kehidupan semuanya hadir dan pergi. rangkulah
ketidaknyamananmu, peluklah sedihmu Nak"
Itulah nasehat yang saya ucapkan waktu itu, memang
kelihatannya untuk Rigpa, padahal lagi-lagi nasehat
tersebut paling pas untuk orang yang mengatakannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar