Jumat, 26 Februari 2016

.::PERLUKAH MEMBALAS KEBAIKAN::.

Gobind Vashdev,
"Kita harus beli makanan atau apa yang lain untuk
dibawa besok malam ke rumahnya"
"Kenapa harus?" Tanya saya
"Ya ngga enak lah, kita baru kenal terus masa diundang
makan malam dan tidak bawa apa-apa"
Itulah perbincangan saya dan kakak ipar sesaat setelah
kami menerima undangan makan malam dari Siva Raja
pemilik Amstridam Coffee di Batu Malang.
Diskusi selanjutnya menjadi sangat panjang, untuk
mempersingkat, kurang lebih begini intinya menurut
pandangan saya.
Bila kita ingin memberi atau menerima itu selayaknya
muncul karena kita memang ingin memberi, bukan
berdasar dari rasa tidak enak atau program-Program
lain yang tertanam sebelumnya.
Sedari kecil hampir dari kita semua terbentuk oleh
lingkungan, kita melihat perilaku ortu dan orang lain,
kita menyadap prinsip-prinsip yang dimiliki dan tak sadar
menirunya.
Kita menggenggam nilai-nilai ortu dan keluarga menjadi
kewajiban yang harus dijalani.
"Malu kalau tangan dibawah, tanganmu harus diatas
Nak"
"Kalau dikasih orang, kita harus membalasnya"
"Kita harus bantu orang , nanti kalau kita kesusahan
pasti akan ada yang bantu"
Adalah tiga dari ribuan program yang tertanam yang
seringkali tanpa sadar berjalan dalam diri banyak orang.
Karena kita meyakininya dan melihat semua orang
melakukannya, kita menganggapnya itu adalah hal yang
memang seharusnya dan begitulah dunia ini.
Berpuluh tahun saya menjalani hidup dan meyakini hal
tersebut, sampai suatu saat menyadari bahwa saya
bukanlah program, saya bukanlah robot, saya memiliki
kesadaran dalam memilih dan memutuskan sesuatu tanpa
dorongan rasa enak dan tidak enak.
Walau masih sering tersangkut dan dihempaskan rasa
nyaman dan tidak nyaman, saya terus mengingatkan diri
untuk berlatih hidup sadar.
Tatkala ingin memberi atau membalas, itu karena saya
ingin memberi bukan ingin mendapat balasan, atau
seperti dahulu dimana saya meminjamkan uang pada
sahabat yang datang dengan menangis karena saya
menghindari rasa bersalah dan ketakutan di cap pelit/
jahat.
Mereka yang disebut bebas adalah mereka yang berjalan
dengan kesadarannya dan tak meributkan apa yang
dipikir orang, hari ini kita sering bertindak seperti dewa
atau dewi yang mampu membaca pikiran orang lain.
Selalu ingat bahwa hidup akan terisi penderitaan bila
selalu dibanjiri dengan asumsi.
Melatih kesadaran adalah mengenali diri sendiri,
mengenali program yang ada, berusaha menambahkan
aksi serta mengurangi re-aksi.
Dikala kita mampu memberi karena ingin memberi, kita
terlepas dari kekecewaan, karena kita tidak ada
harapan untuk mendapat balasan, begitu pula sewaktu
menerima kita juga tidak terbebani karena tak ada
kewajiban untuk membalas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Simulacra & Perversion

  Primordial Nature Home JUN 3 Simulacra and Perversion SIMULACRA & PERVERSION Kesehatan mental itu hanya bisa didapat bila berada dalam...