Minggu, 08 Mei 2016

.:: EMPAT TAHAPAN KESADARAN ::.

Gobind Vashdev
EMPAT TAHAPAN KESADARAN
Rigpa dan tarian sepertinya tidak bisa dipisahkan, setiap
mendengar musik, terutama bunyi gamelan, walau sangat
samar ia langsung mengenalinya dan memasang postur
tubuh tertentu.
Berbagai reaksi orang melihat gayanya, ada yang cuek
banyak yang menikmatinya sambil tersenyum bahkan
tertawa, dan tak sedikit yang memotivasi, tentu dengan
caranya sendiri-sendiri.
'wah hebat ya, kecil-kecil sudah pintar menari" adalah
motivasi yang menempati ranking paling atas.
'wah enak nih bapak ibunya tidak perlu mencari minat
dan bakat anaknya, dari kecil sudah kelihatan arahnya
mau kemana', kami pun menyambut dengan senyum,
siapa yang tahu hari ini menyukai tari besok ia berubah
ke menggambar.
Sementara sebagian orang lain mengucap "kok gituuuu
menari ya??" kemudian sambil melakukan gerakan
tertentu "begini yang benar".
semuanya kami terima dengan sama, karena pada
dasarnya pujian atau kritikan sekalipun, tidak ada
hubungannya dengan objek yang dipuji atau di kritik,
dalam hal ini tidak ada hubunganya dengan Rigpa.
Rigpa melakukan gerakan tertentu, tidak baik dan tidak
buruk, bila itu sesuai dengan rasa yang di dalam diri,
kita menjadi senang dan melontarkan pujian , namun bila
tidak cocok dengan hati, kita ingin membenarkan, dengan
cara nya masing-masing tentunya.
Kamu bukanlah seperti yang dipuji dan juga kamu
bukanlah seperti yang dikritik, kamu adalah kamu.
Pemuji dan pengkritik hanyalah merefleksikan apa yang
ada didalam dirinya bukan apa yang ada diluar.
Setiap orang bertumbuh, seperti kita semua, paling tidak
ada empat tahapan seperti ini,
Awalnya kita tidak tahu apa-apa, kita cenderung
menikmati segalanya, suasana netral masih terasa kental
di tahapan ini.
Lalu kita belajar sesuatu, kita merasa ada kebenaran
disana. kita lalu memisahkan ini yang benar dan yang
lain salah.
seperti anak SD yang belajar 1+1 = 2 , lalu Guru nya
mengatakan sekaligus menilai jawaban murid yang selain
angka " 2 " adalah salah.
ada orang yang dari kecil mengenggam keyakinan yang
kaku ini cukup lama, bahkan sampai akhir hayat,
" saya yang benar dan yang lain salah " ,
" ini yang baik, selain yang ini semuanya buruk "
begitulah kurang lebihnya
Pada tahapan ini kita cenderung untuk 'membenarkan'
orang lain yang kita anggap salah.
mengajak, mengarahkan, menasehati, atau mengkritik
adalah kemasannya, semangat didalamnyalah yang
terpenting, selama kita masih menganggap orang lain
salah dan harus segera diperbaiki itu artinya kita belum
sampai tahap memahami dan melihat apa adanya.
Kalau kita mau jujur bahwa sebagian besar nasihat yang
kita lontarkan pada orang lain adalah nasihat untuk diri
sendiri.
Sebagian orang yang 'beruntung' masuk ketahapan
selanjutnya, disini kita mendapatkan konflik besar
dimana apa yang sebelumnya kita anggap sebagai
'kebenaran' bertabrakan dengan realitas yang ada saat
ini.
Seolah ada kebenaran lain di luar sana, ada jawaban
lain selain "2"
"yang makan dan tidurnya tidak teratur serta jarang
minum kok tetap sehat sampai setua ini? sementara dia
yang semuanya teratur kok sakit-sakitan?" adalah satu
dari ribuan tabrakan yang terjadi di kepala dan hati
saya.
celakanya, semakin saya meneliti dan menggali ke dalam,
tumbukan semakin sering dan hebat.
Sebagian besar orang kembali pada 'kebenaran' yang ia
pegang dan menutup mata atau menyangkal apa yang
terjadi.
Rasanya tidak rela, apa yang diyakini selama ini
ternyata bukan kebenaran. Ego tidak menyukai hal
seperti ini. disini biasaya kita mencari pembenaran
supaya terlihat dan terasa benar.
Hanya sedikit orang yang mau merelakan cadar ego nya
lepas, ia yang tidak lagi melekat pada 'kebenaran'
versinya kembali melihat dunia apa adanya, seperti awal
kita dilahirkan, seperti apa yang di katakan TS Eliot
“Kita tidak boleh berhenti menjelajah dimana akhir dari
semua penjelajahan tersebut akan tiba di tempat di
mana kita memulai dan baru menyadari tempat tersebut
untuk pertama kalinya.”
Wajar kita berdebat di jalan, mengatakan jalan sayalah
yang benar, mereka yang sudah 'sampai' tidak lagi
berdebat, tidak ada lagi yang perlu di debatkan bagi
mereka yang sudah 'pulang'.
Di kesadaran ini, tarian dilihat sebagai tarian, tidak
baik dan tidak buruk, tidak ada pujian dan makian yang
tebesit, hanya menikmati tarian disini dan saat ini.
He who speaks does not know; he who knows does not
speak
ia yang bicara tidak tahu, ia yang tahu tidak bicara.
Lao Tzu
_/|\_

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Simulacra & Perversion

  Primordial Nature Home JUN 3 Simulacra and Perversion SIMULACRA & PERVERSION Kesehatan mental itu hanya bisa didapat bila berada dalam...