Jumat, 08 April 2016

.:: GURU BESAR ITU BERNAMA SAKIT ::.

Gobind Vashdev,
Hampir 2 minggu ini saya menghabiskan hari hanya di
rumah, memeluk tubuh yang bertemperatur naik-turun,
membersihkan usus dengan kopi, mengganti perban 3-4
kali sehari dan melumatkan sayur menjadi jus dan tonik.
Tentu ada banyak cara mempercepat proses menjadi
'normal' kembali, namun kebijaksanaan diri memilih untuk
melewatinya tanpa intervesi kimia.
Membiarkan diri untuk belajar mengenali apa yang terjadi
sambil memberi kesempatan tubuh memproduksi
antibodinya.
saya percaya ada banyak jalan berkelok nan indah hilang
bila kita mengambil jalan pintas.
Sakit atau mendapat penyakit sering dianggap sebagai
musibah, seperti letusan gunung atau tsuami yang sering
diberi judul bencana atau Tuhan yang sedang murka.
Tidak jarang pula kita mendengar orang mengkaitkan
antara sakit dengan hukuman dari Pencipta.
seorang kerabat pernah datang ke rumah meminta saya
masuk ke keyakinannya bila ingin diberkahi kesehatan,
umur panjang, keturunan bahkan kekayaan, dan dia pun
mengaransinya.
saya menjawabnya dengan senyum karena hati ini masih
percaya bahwa Pencipta yang Pengasih dan Penyayang
serta maha Adil ini tidaklah diskriminatif.
Mungkin banyak orang masih beranggapan sakit adalah
sesuatu yang negatf yang perlu dihindarkan, karena rasa
tidak nyamanya, orangpun menggunakan banyak cara
untuk melenyapkannya dengan segera, tapi saya melihat
sebaliknya.
Ada cahaya-cahaya indah yang selalu menebar ketika
sesorang dilanda rasa sakit, apakah karena
kebangkrutan, rumah yang terbakar, kanker yang
menyerang, atau ditinggal oleh kekasih.
Ketika kemalangan terjadi, manusia cenderung melihat ke
dalam, sementara tatkala keberuntungan menggunung
kita sering sekali sibuk melihat keluar, menghitung pundi
yang beredar.
seperti ketika kita sakit gigi, kita baru sadar bahwa
kita punya gigi, sakit lever barulah tahu dimana letak
lever itu, kita mengelus dan memijat perut tatkala perut
kembung, , begitupula sewaktu sakit hati, kita pun mulai
memperhatikan hati kita.
Bahkan Chin Ning Chu, yang terkenal denga bukunya
,Thick Face Black Heart meminta kita merayakan bila
hati kita hancur, ia menulis,
"Berbahagialah dan rayakan setiap kali hati anda
hancur. Hanya saat hati anda hancur, cahaya dapat
masuk. Baru setelah Anda merasakan dukanya
penderitaan, Anda dapat tahu bagamana orang lain
menderita.
Inilah tempat Anda memahami empati. Inilah saatnya
orang lain dapat melihat ke dalam mata anda, jendela
jiwa dan melihat bentuk, kearifan, rasa kasih dan
pemurnian kembali. Setelah merasakan kehancuran hati,
Anda akan menjd lebih cantik dan menarik bagi dunia."
Bila Rumi berujar "The wound is the place where the
Light enters you.” , Khalil Gibran mengucap "Semakin
dalam kesedihan menyayat luka ke dalam jiwa, semakin
mampulah sang jiwa menampung kebahagiaan"
Bukan hanya pada Guru Agung Buddha yang terlihat
jelas pejalanan pencerahannya diawali oleh duka, namun
hampir semua makhluk suci dalam segala abad juga
mengalami hal serupa.
sakit adalah bagaikan Guru besar yang sedang
berkunjung, ia memaksa lidah kita tidak nyaman agar
kita berpuasa, melibas semua kesenangan luar, menggilas
ambisi-ambisi, ia memaksa kita melongok ke dalam jiwa,
Sakit membuat tubuh tertidur , namun membuat jiwa kita
terbangun dari mimpi-mimpi kosong atas dan menyadari
ketidakkekalan kehidupan ini.
Teringatku oleh buku diawal-awal aku mulai suka
membaca, Tuesdays with Morrie,
sang Profesor bijak itu berpesan " if You accept you are
going to die at any time, then you might not be as
ambitious as you are"

JANGAN BILANG "SEMOGA CEPAT SEMBUH"

Melihat comment dari status tentang sakit dan
memandang Kartika ketika ia menyuapkan aku sesendok
bihun yang tersisa dari makan siang Rigpa, teringatlah
aku sebuah waktu.
Rigpa sedang sakit saat itu , dan seorang sahabat yang
hendak berpisah berkata "cepat sembuh ya Nak"
Tika lalu berkomentar, " kami tidak memandang sakit
adalah sebuah yang jelek dan perlu ditinggalkan segera"
Sakit memang sering terasa tidak enak, semuanya itu
terjadi karena kita belum bersahabat dengannya.
Kita sudah terlalu terbiasa menolaknya, dan seperti kita
ketahui apa yang kita tolak membuat kita menderita,
apa yang di terima akan menghadirkan kedamaian.
Selalu ada sisi indah dan penuh makna dalam sehat dan
sakit, mereka bagaikan dua Guru yang menghadirkan
pelajaran yang berbeda, sayang bila kita tidak mau
belajar dari salah satunya.
Memeluk sakit seperti memeluk saudara kembarnya yang
benama sehat memang tidak populer, namun itu adalah
jalan menuju kesembuhan.
Bolehlah diingat, bahwa mereka yang benar-benar
sembuh adalah mereka yang tidak lagi mempermasalahka
n apakah dirinya sakit atau sehat.
Mereka bukan orang yang cuek dan tidak perduli, tapi
sebaliknya mereka sangat sadar bahwa keduanya adalah
berkah yang indah.
"Trus sebaiknya ngomong apa dong Mbak, kalau ada
yang sakit?" Tanya sahabat yg hendak bergegas itu.
"Semoga rasa sakit yang hadir menumbuhkan kesadaran
yang bermakna"
_/|\_

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Simulacra & Perversion

  Primordial Nature Home JUN 3 Simulacra and Perversion SIMULACRA & PERVERSION Kesehatan mental itu hanya bisa didapat bila berada dalam...